“PAS[1] udah selesai, gimana kalau kita ke gazebo? Sambil bawa cemilan, terus begadang sampai pagi?” Ide gila itu sudah pasti dari Saka. Kami yang baru berbaring di ranjang masing-masing, menghentikan aktifitas sejenak.
“Kali ini, gue setuju sama lu!” sahut Esa yang langsung terduduk setelah tadi berbaring.
“Gue enggak,” tukasku cepat.
Aku masih ingat bagaimana kita dihukum bertiga gara-gara ketahuan ke gazebo pada saat jam tidur. Kami dihukum membersihkan toilet cowok yang bisa kamu bayangkan sendiri baunya kayak bangkai busuk. Semenjak itu, aku kapok mengikuti ide gilanya.
Esa berada di posisi netral, kadang dia setuju, kadang enggak. Dia emang plin plan. Orang paling plin plan yang pernah aku temui. Kadang, tanpa sadar aku berteriak padanya karena gemas dengan sikpanya yang satu ini. Yah … suka duka hidup bersama. Aku harus menerima itu.
“Oh … come on! Setahun sekali cuy, kita juga jam bebas, kan?” Saka meracau, mungkin kehabisan obat.
“Saka bener, sesekali enggak masalah!” Ini Esa malah mengamini.
“Ralat! Jam tidur!” tegasku.
“Ya udah, bodo amat mau ikut atau kagak! Gue ke sana duluan sambil bawa cemilan kentang!” Saka beranjak dari ranjang dan mencari-cari snack kentang yang ada di laci meja. Tak tanggung-tanggung, dia membawa lima sncak kentang sekaligus. Setelah itu, dia pergi keluar kamar.
Esa menyusul Saka setelah membawa tiga kaleng cola yang ada dilaci mejanya. Apa sekarang aku punya pilihan? Berada di kamar sendirian? Hmm … akhirnya aku mengikuti mereka. Kami berjalan bersama-sama ke arah gazebo.
Gazebo yang berada di samping gedung sekolah itu memang tempat favorit para siswa untuk bercengkerama atau sekedar santai. Tapi, normalnya dilakukan saat istirahat atau bukan di atas jam tidur.
Seperti biasa, aturan itu tak berlaku untuk si Saka. Orang yang selalu menabrak segala yang telah teratur. Imbasnya, Esa dan aku menjadi tumbal untuknya. Dia yang selalu mengajak kami untuk mewujudkan segala ide gila itu.
Jalan menuju gazebo benar-benar gelap. Hanya lampu jalan remang-remang yang menerangi. Kami mengendap-ngendap di balik gedung-gedung sekolah yang menjulang tinggi. Saka yang berjalan didepan, memperhatikan segala situasi dan mengomando jika memang aman. Kami tak mau tertangkap oleh pengawas yang patroli.
Tiba di gazebo, membuat kami bisa bernapas lega. Kami langsung duduk lesehan dan membuka snack kentang yang telah kami bawa.
Dibangun dengan gaya klasik membuat gazebo ini unik. Lantainya terbuat dari batu-batuan, membuatnya terlihat artistic. Sedangkan di penyangga terlilit tumbuhan yang menjalar. Semua ini membuat nuansa gazebo menjadi lebih menyenangkan.
“Hoi, gue ketemu cewek yang bohai! Namanya Aley.” Saka membuka suara seiring dengan tangan yang membuka keripik kentang.
“Bagus! Gue juga udah ketemu sama Eccha,” sahut Esa.
“Seriusan?” tanya Saka penasaran. Dia mengunyah keripik kentang setelah bertanya.
“Berarti takdir bener-bener berpihak sama lo, ya?” timpalku. Tanganku menyerobot keripik kentang di tangan Esa yang duduk di samping kananku
“Semoga ya,” ucap Esa. Dia juga ikut-ikutan memasukkan keripik kentang ke dalam mulut.
“Lo sendiri? Ada cewek yang lo taksir?” tanya Saka yang duduk dihadapanku.
“Gue?” Aku memastikan. Seketika aku ingat kejadian di terminal bus.