Cobalah Mengundang Bahagia

Niken Ayu Winarsih
Chapter #1

Bagian 1 Terbentuknya Tiga Sekawan

Kakiku meninggalkan jejak pada jalan setapak di sepanjang trotoar sejak turun dari angkutan umum. Aku melihat arloji di tangan kananku. Mataku melebar karena waktu yang tersisa hanya lima menit untuk gerbang ditutup pada pukul tujuh pagi, sesuai dengan selebaran yang aku terima kemarin. Menyadari keterlambatanku, kakiku secara refleks berlari. Hingga beberapa kali aku meminta maaf karena menabrak orang-orang yang lewat di depanku.

Lariku yang semakin cepat, membuat saku bawah almamater berlogo Kapita-nama sekolahku kini-sedikit berkibar karena kancing almamater dibiarkan terbuka. Semakin kencang berlari, semakin berkibar saku bawah karena kubiarkan kancing almamater terbuka.

Lenganku juga semakin bergesek dengan kain yang lumayan panas ini. Ditambah badge strip satu di bagian lengan kanan, membuat lenganku seperti kesulitan bernapas. Ingin rasanya mengutuk badge sialan ini. Sayangnya, itu adalah penanda bahwa kami siswa kelas satu.

Aku tak mau terlambat, karena ini adalah hari pertamaku masuk SMA Kapita Boarding School. Salah satu sekolah asrama ternama yang ada di Ibukota. Terkenal dengan kedisiplinannya, juga peraturan yang ketat. Jadi, aku bisa berada dalam masalah besar jika sampai gerbang tertutup.

Jarak lima meter lagi, satpam yang berjaga di depan mulaii menarik pegangan pagar hingga menutup rapat.

Jangan! Jangan! Jangan tutup dulu!

Tapi, aku hanya bisa berteriak untuk menambah kekuatan lariku.

Krekk!!

Shit!

Tanganku mendarat tepat di pertengahan loga Kapita-huruf K di pertengahan daunt alas-yang menghiasi gerbang dari teralis besi itu.

 “Pak, tolong buka!” pintaku pada Pak Satpam berkumis tebal.

“Siapa suruh telat?” sentaknya.

Please…Bukain!” Tanganku menggebrak-nggebrak gerbang. Hingga membuat besi-besi itu sedikit bergoyang.

Aku mendengkus, dan berjongkok di depan gerbang. Tanganku mengusap-ngusap wajah yang lengket karena keringat. Kakiku juga baru merasa pegal. Ditambah dengan napasku yang tersengal-sengal karena lari. Hari pertama saja, aku sudah nelangsa.

Langkah cepat lain menarik perhatian mataku untuk melirik ke sisi kanan. Belum sempat melihat arah kedatangan, cowok berambut cepak itu sudah menghadap satpam.

 “Pak, buka!” Dia berani membentak satpam.

“Enak aja bukua-buka! Kamu telat gini minta masuk?!” Aku berdecih, jawaban yang hampir sama denganku.

“Bapak tahu, ada berapa kilo untuk sampai di sini? Saya nempuh 10 kilo, Pak!”

“Ya emangnya saya peduli? Itu kan urusan kamu? Suruh siapa telat!”

“Bapak bisa diancam kurungan pidana karena menghambat siswa untuk belajar!” Aku menaikkan alis.

“ABG sok tahu kamu!”

Apa ada hukuman seperti itu?

“WOY! BERHENTI KAMU!!” teriakan Pak satpam sempat membuatku kaget.

“Cepet masuk!” pinta dia, yang ternyata menoleh ke arahku. Aku langsung berdiri mengikuti perintahnya dan baru menyadari jika kami tak jauh berbeda dalam hal tinggi badan. Mungkin sekitar 170 senti.

Tangan kanannya masuk melalui sela-sela teralis besi dan gesit menarik pengait. Kami bersama-sama mendorong gerbang ke arah depan. Hingga kami akhirnya bisa melihat jelas, sebuah sekolah megah menjulang tinggi berjarak 100 meter dari hadapan kami.

Sekolah yang didominasi cat berwarna biru. Di bangunan utama, terdapat tulisan di dinding dekat dengan atap, SMA Kapita Boarding School beserta logonya. Daun talas dengan tepi dan huruf K warna emas. Sedangkan di sisa lainnya berwarna biru.

Dari semua itu, kami tak ada waktu untuk mengagumi bangunan sekolah. Kami harus berlari masuk ke gedung utama yang tembus ke arah lapangan, lalu menuju asrama yang ada di belakang untuk meletakkan barang. Sialnya, sebelum sampai di asrama, kami bertemu satpam lagi. Dia mencegat kami tepat di lapangan.

Kami bukan berdua, namun bertiga. Bertambah satu orang yang terlambat.  Dia punya model rambut terbelah dua. Tingginya mungkin sedaguku. Almamater yang ada ditubuhnya terlihat sempurna, melekuk otot-otot bisepnya. Seperti punya kebiasaan olahraga.

Kami bertiga menunduk. Satpam terus-terusan mengoceh. Dia mengomentari soal kami yang tak disiplin dan bla … bla … bla … Ini salahku juga, kenapa aku harus begadang semalaman untuk menyiapkan semua barang? Aku jadi terlambat bangun dan akhirnya sampai di sini kena omelan.

Lihat selengkapnya