“Meskipun selalu sibuk, aku tidak pernah melupakan kewajibanku sebagai ayah, yaitu mendidik anaknya. Ini adalah salah satu caraku mendidikmu”~ King Rafael Anderson.
♧♧♧
“Bagaimana?”
“Masih sama, Yang Mulia. Tuan putri masih bersikap sombong, bahkan semakin menjadi-jadi. Bersama dengan Putri Gwen dari Kerajaan Maple, mereka merundung seorang pangeran dari kerajaan miskin. Sekarang, rajanya berencana meminta penjelasan ke Empire School. Apa yang harus saya lakukan, Yang Mulia? Nama baik kerajaan kita sedang dipertaruhkan sekarang.”
Rafael mengelus dagunya, berpikir rencana apa yang dapat dilakukannya agar raja tersebut meniadakan rencananya. Meskipun tidak adil, Rafael terpaksa melakukannya agar rakyat percaya kepadanya dan Kayla. Bagaimanapun, Kaylalah yang akan memimpin mereka suatu saat nanti.
“Undang raja itu ke istana. Aku akan mencoba berunding dengannya,” putus Raja.
“Baik, Yang Mulia.”
“Penasihat kerajaan?”
“Saya, Yang Mulia.”
“Undang juga Raja Henry Marlyn dari Kerajaan Maple. Ini bukan hanya masalah kita,” kata raja memerintah.
“Baik, Yang Mulia.”
“Kau boleh pergi.”
“Saya undur diri, Yang Mulia.”
♧♧♧
“Gimana, gimana? Ayah ngundang bokap lo ke istana? Serius? Jangan-jangan mereka udah tahu lagi?” Kayla bertanya dengan harap-harap cemas. Gawat, jika ayahnya tahu, bisa-bisa fasilitasnya untuk keluar istana disita, sama seperti sebelumnya. Aduh, jangan sampai, deh. Baru saja seminggu fasilitasnya dikembalikan, masa mau disita lagi?
Terdengar helaan napas gusar dari seberang telepon. Ternyata, Gwen juga sedang cemas. “Kayaknya udah, deh. Bokap kita ‘kan biasanya main nyuruh spy buat mantau kita. Duh, kok gue lebih deg-degan dari biasanya, ya? Kita 'kan udah sering bully orang, tapi entah kenapa kali ini feeling gue bad banget.”
Kayla berdehem setuju. Ya, dia juga merasakan hal yang sama. “Lo gimana? Apa lo juga ikut kesini?”
“Ya iyalah, gue dipaksa ikut sama papah, mama juga bakalan ikut. Kata-kata papah pas ngajak ngeri banget, tau.”
Kayla beranjak mengambil segelas air yang memang selalu ada di dalam kamarnya. Airpods-nya masih tertempel di telinga. Setelah selesai menghilangkan rasa hausnya, Kayla berbicara lagi. “Gimana katanya? Abang lo ikut gak?”
“Lah, kalo abang gue ikut yang jaga kerajaan siapa? Abang gue gak ikut, dia ditugasin mimpin kerajaan sehari. Ya, hitung-hitung latihan buat jadi raja nanti,” jawab Gwen santai.
“Duh, sayang banget cowok gue gak ikut. Gagal deh, lihat wajah tampannya dia,” sungut Kayla.
Gwen terkekeh. “Orang abang gue punya cewek rakyat jelata di sini. Makanya hubungan gue sama abang lagi buruk.”
“Kenapa hubungan kalian buruk?”
“Gue gak mau rakyat jelata jadi permaisuri, kagak mau. Enak di dia, dong.”
“Yaelah, jangan berhubungan buruk sama abang lo, rugi. Toh nanti juga dia bakalan nikah sama gue,” pungkas Kayla.
Tidak terdengar balasan dari seberang telepon. “Gwen? Lo masih disana?” Gwen tidak menjawab. Kayla masih mempertahankan sambungan agar tidak terputus.
Setelah beberapa saat, suara Gwen terdengar lagi. “Halo, Kay? Lo masih disana ‘kan?”
“Hm. Tadi kenapa?” tanyanya.
“Papah nyuruh gue siap-siap. Kita bakal ke Kerajaan Clover sekarang. Duh, gue deg-degan banget. Lo tau apa perintah dia buat gue tadi?”