Codex Genetika

Firsty Elsa
Chapter #4

Khawatir Itu Tanda Peduli

Saat istirahat pertama, Angga tiba di UKS dengan membawa makanan dan minuman sesuai permintaan Daniel. Dia memasuki ruangan dengan langkah santai, namun begitu melihat kondisi Zunaira yang terbaring di tempat tidur dengan wajah pucat, ekspresinya langsung berubah serius. Daniel masih duduk di kursi dekat tempat tidur, matanya tak lepas dari Zunaira yang kini duduk bersandar dengan selimut tipis menutupi tubuhnya.

Daniel menatap Angga yang baru saja berdiri di sebelahnya. "Gue curiga ada yang sengaja ngunci pintu itu, Ngga. Pake gagang sapu yang gue singkirin sendiri tadi. Bisa tolong cek CCTV di dekat kamar mandi nggak?" katanya dengan nada serius.

Angga menatap Daniel sejenak, memahami kekhawatiran temannya. "Udah gue bilang ke satpam, biar mereka cek CCTV-nya. Kita harus tahu setidaknya siapa aja yang ada di sana saat kejadian," jawab Angga sambil mengirim pesan kepada salah satu satpam yang bertanggung jawab atas pengecekan CCTV.

Zunaira yang mendengarnya hanya bisa terdiam, perasaannya semakin ragu. "Tapi... kalau memang ada yang sengaja ngunci, kenapa nggak ada yang nyariin gue?" tanya Zunaira dengan suara pelan, matanya menatap ke meja.

Angga menatapnya dengan serius. "Itu juga yang bikin gue bingung, Nai. Gue harus pastiin siapa yang ada di sekitar sana waktu kejadian. Jangan khawatir, kita bakal cari tahu siapa yang melakukan ini."

Daniel menambahkan, "Kita nggak bisa biarin ini gitu aja, Ney. Lo berhak tahu apa yang terjadi."

Zunaira mengangguk, meskipun masih ada rasa cemas yang menggelayuti hatinya. Angga kembali menatap ponselnya, menunggu balasan pesan dari satpam. "Oke, gue bakal pastiin kalau ada yang salah," ujarnya, lalu menambahkan, "Lo istirahat aja dulu, Nai. Jangan terlalu banyak mikir."

***

Setelah bel istirahat selesai, Zunaira bangkit dari tiduran di bed UKS. Tubuhnya terasa sedikit lebih ringan, meskipun masih ada sedikit rasa lelah akibat kejadian di kamar mandi tadi. Dia menguap pelan dan melirik Daniel yang berdiri di dekatnya, menunggu.

"Ayo, gue anterin," kata Daniel dengan nada lembut, sambil membantu Zunaira bangkit dari tempat tidur.

"Thanks," jawab Zunaira, sedikit canggung, meskipun merasa berterima kasih atas perhatian Daniel. Dia tak tahu harus bagaimana menghadapi semua tatapan dan bisikan yang pasti akan mengikuti mereka berdua.

Mereka berjalan bersama menuju kelas 11 IPA 2 yang terletak di ujung lorong. Setiap langkah mereka disertai oleh pandangan penuh tanda tanya dari teman-teman sekelas dan siswa lainnya yang melihat keduanya. Daniel, sang ketua umum MPK, yang selama ini selalu terlihat tegas dan serius, kini merangkul Zunaira, gadis pendiam yang biasanya lebih suka menyendiri.

Di depan kelas, mereka bertemu dengan Vano, ketua kelas yang sedang berdiri di dekat pintu. Vano tampak sedikit ragu saat melihat Daniel datang bersama Zunaira, tapi segera menghampiri mereka.

"Loh, kok muka lo pucat, Nai?" tanya Vano dengan wajah heran.

Daniel mengangguk, masih tetap tenang meskipun banyak mata yang tertuju pada mereka. "Lo nggak tahu dia dari mana?" jawabnya dengan nada agak datar, seolah sudah tahu ada sesuatu yang harus dia selesaikan.

Vano menggeleng pelan. Vano terlihat sedikit cemas dan melihat ke arah Zunaira yang tampak agak canggung. "Tadi ada Kak Fika, bilang dia liat Zunaira bolos di kantin. Gue nggak bisa nyusul dia karena masih jam pelajaran, dan nggak bisa juga hubungin dia, karena dia nggak bawa ponsel," jelas Vano, masih ragu.

Daniel mendengus pelan, wajahnya yang biasanya ramah kini berubah serius. "Mata pelajaran apa aja yang dilewatin Neya tadi?" tanyanya dengan nada agak dingin, matanya menatap Vano tajam.

Vano sedikit terkejut dengan pertanyaan Daniel, tapi segera menjawab, "Bahasa Inggris sama Matematika. Tadi Naira sempat alfa karena nggak balik-balik."

"Lain kali, pastiin dulu omongan orang lain. Jangan main percaya kalau lo belum liat sendiri dengan mata kepala lo sendiri. Ngerti?" Daniel mengutarakannya dengan sangat jelas dan tegas, tepat di depan telinga Vano yang mulai gemetar. Vano hanya mengangguk sebagai balasan, jujur saja dia terkejut melihat Daniel marah karena masalah Zunaira.

Beberapa orang yang mendengar percakapan ini langsung menoleh, melihat Daniel yang terlihat marah atau khawatir pada Zunaira. Mereka tak bisa menutupi rasa iri dan terkejut melihat Zunaira, gadis pendiam yang biasanya tak banyak bergaul, kini berada begitu dekat dengan Daniel yang selalu menjadi pusat perhatian.

Lihat selengkapnya