Aringga Keenan Biantara. Siapa yang tidak mengenal sosok ketua OSIS penuh karisma ini? Di mata semua orang, Angga adalah pemimpin yang hangat—tidak kaku, tidak terlalu kaku oleh aturan, tapi tetap tegas dalam ketenangannya. Cara ia berbicara selalu membuat orang nyaman. Sifat cerianya seolah menjadi magnet yang membuat siapa pun betah berada di dekatnya. Tapi di balik semua itu, hanya Daniel yang benar-benar berhasil menembus lapisan terluarnya dan menjadi sahabat dekatnya. Angga takut pada gelap yang terlalu lama. Bukan gelap malam yang tenang dan bersahabat, tapi gelap yang pekat—yang sunyi, dingin, dan membuat kemampuannya perlahan melemah. Meski begitu, ia tidak pernah menunjukkan rasa takutnya. Tidak pula sedihnya. Ia ingin terlihat kuat demi semua orang yang mempercayainya.
Sebagai pebasket inti SMA Cakrawala, Angga juga menjadi sosok most wanted yang diam-diam diidolakan banyak perempuan. Tapi hatinya, hanya berhasil jatuh pada satu nama. Seseorang yang tak pernah ia sebutkan, bahkan pada Daniel sekalipun. Angga menyukai biologi. Baginya, kehidupan adalah teka-teki yang luar biasa rumit namun menakjubkan. Dan hidupnya sebagai ketua OSIS adalah hidup yang penuh rapat—rapat dan rapat—yang entah bagaimana, selalu berhasil ia jalani dengan senyuman yang tak pernah absen.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Setelah pulang sekolah, Angga dan Daniel langsung menuju ruang pertemuan OSIS dan MPK yang terletak di belakang aula. Hari itu mereka akan membahas berbagai persiapan untuk kegiatan akhir tahun yang melibatkan seluruh siswa, mulai dari bazar, pertunjukan seni, hingga acara puncak yang akan diadakan beberapa minggu lagi.
"Jadi, untuk bazar, kita butuh lebih banyak stand dan sponsor, kan?" Angga membuka rapat, sambil membuka catatan di ponselnya. "Kalau bisa, kita jangkau perusahaan lokal. Biar mereka juga ikutan berpartisipasi."
Daniel yang duduk di sebelahnya mengangguk setuju. "Iya, dan untuk acara seni, kita juga butuh tim kreatif yang bisa membantu persiapan dekorasi. Jadi, kita harus buat jadwal persiapan yang matang."
Beberapa perwakilan OSIS lain mengangkat tangan, memberi masukan dan mengajukan pertanyaan terkait anggaran, waktu, dan pembagian tugas. Angga dan Daniel saling berbicara untuk mengatur prioritas dan memastikan semua hal penting sudah tercakup.
Di luar ruang rapat, Tabitha dan Zunaira memutuskan untuk bertemu di kafe yang mereka suka, tempat yang tenang dengan nuansa yang cocok untuk berdiskusi. Tabitha sudah menunggu di meja dekat jendela, memesan dua cangkir teh hangat untuk mereka berdua.
Zunaira masuk dan tersenyum begitu melihat Tabitha. "Lo udah pesen?" tanyanya, sambil duduk di kursi di hadapan Tabitha.
"Iya, gue pesan matcha kesukaan lo," jawab Tabitha. "Udah siap buat brainstorming tentang karya ilmiah kita?"
Zunaira mengangguk. "Iya, nih, gue bawa beberapa bahan yang bisa kita pakai buat riset. Kayaknya topik kita tentang perempuan di Indonesia bakal banyak menarik perhatian."