Codex Genetika

Firsty Elsa
Chapter #21

Nyi Rengganis dan Fakta yang Terungkap

Malam semakin larut, dan embusan angin malam semakin terasa menusuk. Setelah makan malam, mereka masuk ke kamar masing-masing—Angga dan Daniel berbagi satu kamar, begitu juga Tabitha dan Zunaira. Namun, seperti malam-malam sebelumnya, Daniel tetap sulit tidur.  

Langkahnya pelan menuju teras rumah, lalu duduk di anak tangga depan. Cahaya bulan samar menerangi halaman, memberikan ketenangan di tengah pikiran yang penuh.  Suara langkah ringan terdengar dari dalam rumah. Daniel menoleh dan melihat Zunaira mendekat. Gadis itu mengenakan selimut kain tipis yang membalut bahunya, rambutnya masih terurai. Tanpa bicara, ia duduk di samping Daniel, menghela napas panjang sebelum menatap langit yang sama.  

“Kadang, hidup tuh benar-benar nggak bisa ditebak ya, Niel,” gumamnya pelan.

Daniel mengalihkan pandangannya sejenak ke arah Zunaira sebelum kembali menatap langit. “Iya… satu hari kita bisa ada di tempat yang nyaman, besoknya malah terdampar di tempat asing kaya ini,” balasnya, menyelipkan tawa kecil yang terdengar getir.  

Zunaira tersenyum tipis. “Dan kita masih belum tahu kapan bisa keluar dari sini…”  

“Dan gimana caranya,” tambah Daniel.  

Mereka terdiam sejenak, menikmati keheningan. Malam terasa begitu tenang, tapi di dalam dada mereka, masih ada gelisah yang belum terucap.  

“Jujur, gue nggak nyangka kita bisa sejauh ini,” ujar Zunaira pelan. "Tapi, dari perjalanan ini gue jadi merasa punya teman."  

Daniel mengangguk, mengingat kejadian yang sudah mereka lalui sampai saat ini. "Iya, gue bersyukur bisa ketemu lo lagi. Yah, meskipun harus dalam keadaan antimainstream gini."

"Lagi? Maksud lo?" Zunaira mengeyit tidak mengerti.   

Daniel tersenyum simpul. "Nanti ya, Ney? Lo bakalan tahu setelah semua ini selesai. Okay?" Mendengar balasan itu, Zunaira hanya mampu mengangguk, tak mau menuntut Daniel untuk menjelaskan.

Mereka kembali terdiam. Angin malam berhembus, membawa hawa dingin yang menusuk kulit. Perlahan, Zunaira menarik selimutnya lebih erat, lalu tanpa sadar, ia menyandarkan kepalanya di bahu Daniel.  

Daniel tersenyum, dia membawa Zunaira bersandar lebih nyaman. Gadis itu tampak lelah, tapi juga tenang.  

“Kadang… jadi anak sulung itu nggak mudah, ya, Niel,” bisiknya tiba-tiba.  

Daniel meliriknya. Nada suaranya begitu lirih, seolah mengandung banyak hal yang selama ini ia pendam sendiri.  

“Nggak mudah,” jawab Daniel pelan. “Tapi, kita yang harus tetap kuat, kan?”  

Zunaira mengangguk kecil. “Iya… meskipun kadang capek. Gue suka mikir… kapan ya, ada orang yang bisa jagain gue? Selama ini gue selalu jadi orang yang harus jaga semuanya.”  

Daniel memahami perasaan itu. Ia juga sering merasa begitu—terpaksa menjadi yang paling kuat, yang paling bertanggung jawab, meskipun di dalam dirinya pun ada kelelahan yang ingin diakui.  

“Lo nggak sendirian, Ney,” ujar Daniel akhirnya. “Kalau lo capek, ada gue. Kita ada di sini bareng-bareng.”  

***

Pagi pertama di desa itu terasa berbeda. Matahari mulai merayap naik, menghangatkan suasana setelah malam yang panjang dan penuh ketegangan. Daniel, Zunaira, Tabitha, dan Angga sudah berkumpul di ruang tengah rumah tempat mereka menginap.  

Mereka duduk melingkar, masih berusaha memahami situasi tempat asing ini, hingga suara langkah kaki terdengar dari luar.  

Pintu kayu itu berderit pelan, lalu masuklah seorang wanita tua—tetua desa yang mereka temui semalam. Ia diikuti oleh beberapa orang yang membawa nampan-nampan besar berisi makanan. Aroma masakan yang khas langsung menyebar di ruangan, membuat perut mereka yang kosong sejak semalam berbunyi tanpa bisa dicegah.  

“Silakan makan dulu sebelum kita berbicara lebih lanjut,” ujar sang tetua dengan suara berat namun hangat.  

Keempat remaja itu saling berpandangan sejenak, sebelum akhirnya mengangguk sopan.  

“Terima kasih banyak, Nek,” ujar Daniel mewakili mereka semua.  

Penduduk desa meletakkan nampan di hadapan mereka, menyajikan makanan yang tampak sederhana tapi menggugah selera. Ada nasi hangat, lauk dari ikan sungai yang dipanggang, sayuran yang diolah dengan bumbu khas, serta beberapa potongan umbi rebus.  

Lihat selengkapnya