Darius akhirnya mengerti.
Tabitha adalah kuncinya. Hanya gadis itu yang bisa membuka brankas tersebut.
Tanpa peringatan, satu tarikan kasar menarik tubuh Tabitha ke depan, langsung berhadapan dengan brankas baja dingin di hadapannya. Tangannya dipelintir ke arah keypad, dipaksa untuk mengetikkan kode, sementara rambutnya ditarik ke belakang dengan kejam.
"AARRGH!"
Tabitha menjerit, lehernya menegang, rasa sakit merayap dari kulit kepalanya hingga tulang belakang.
Angga meronta. Rahangnya mengatup rapat, tubuhnya menegang seperti kawat baja. Dia ingin menyerang, ingin menyelamatkan Tabitha—tapi moncong pistol dingin menempel di pelipisnya.
"Diam," suara dingin itu berbisik di telinganya. "Atau otak lo yang bakal berserakan di sini."
Zunaira juga memberontak.
Tapi lengan Daniel langsung melingkari pinggangnya, menariknya erat ke dalam dekapan.
"Lepasin gue, Niel!" Zunaira memukul dada Daniel dengan kasar, matanya dipenuhi amarah dan air mata. "TABITHA SAKIT! LO NGGAK LIHAT?!"
Daniel tidak menjawab. Matanya penuh luka, tapi genggamannya tak melemah.
Dia tidak bisa membiarkan Zunaira terluka.
Sementara itu, Tabitha menjilat bibir keringnya, matanya berkabut karena perih yang menyengat dari kulit kepalanya. Namun, sebelum dia bisa bergerak, sesuatu yang dingin dan tajam menempel di lengannya.
SRET!
"AAAAH!!"
Darah segar mengalir dari luka tipis di lengannya. Silet tajam itu diiris perlahan-lahan, menciptakan garis merah yang memanjang.
Tabitha menggigit bibirnya sampai berdarah, berusaha menahan jeritan.
"Cepat. Masukkan kodenya," suara Darius dingin, tidak ada urgensi, hanya kesabaran seorang pemburu yang tahu bahwa buruannya sudah terkepung.
Tabitha menelan kepanikannya. Tangannya bergetar saat dia mulai menekan tombol keypad.
Satu angka.
Dua.
Tiga.
Darah menetes dari lengannya, jatuh di atas lantai beton.
Empat.
Jantungnya berdetak seperti genderang perang.
Lima.
Darius menyeringai. Dia bisa merasakan kemenangan di ujung jarinya.
Hampir—
Tiba-tiba—
BRAK! BRAK! BRAK!
Suara letusan pistol menggema dari luar.
Darius menoleh cepat. Keningnya berkerut. Teriakan mulai terdengar, suara sepatu menghantam lantai dengan cepat. Pintu raksasa itu didobrak dengan keras.