Codex Genetika

Firsty Elsa
Chapter #34

Karena Hidup, Akan Terus Berjalan

Suasana siang itu begitu hangat. Gelak tawa dan obrolan ringan memenuhi halaman belakang rumah Zunaira yang telah dirombak menjadi tempat piknik yang nyaman. Semua orang berkumpul dengan pakaian bernuansa kuning terang, menciptakan pemandangan yang serasi dengan suasana bahagia mereka.

Namun, di tengah keseruan itu, dua orang masih belum muncul—Daniel dan Angga.

"Tante juga nggak ngerti kemana itu anak perginya, Nai. Padahal tadi bilangnya otw duluan, kok ya tetep aja tante yang nyampe sini duluan," keluh Raina sambil menuangkan es ke dalam gelas.

"Angga juga sama, katanya mau dateng duluan, lha kok nggak sampe-sampe," omel Luna sambil menyesap jusnya dengan ekspresi sebal.

Zunaira dan Tabitha saling pandang. Dari tadi mereka berdua sudah mengirimi pesan, tapi nihil. Tidak ada balasan. Mereka mulai curiga. "Jangan-jangan mereka diculik alien?" celetuk Tabitha iseng, membuat yang lain tertawa kecil.

Tiba-tiba, di tengah obrolan seru itu, dua sosok yang ditunggu akhirnya muncul.

Daniel dan Angga berjalan masuk ke halaman dengan aura gentle dan tampannya. Semua mata langsung tertuju pada mereka. Bukan hanya karena keterlambatan mereka, tapi karena di tangan mereka masing-masing ada bucket bunga matahari yang besar dan cantik.

Zunaira yang sedang menata cupcake di meja terlonjak kaget saat merasakan kehadiran seseorang di belakangnya. Ketika menoleh, Daniel sudah berdiri di sana dengan wajah tenang tapi ada sedikit ekspresi lucu yang dia tahan.

Dengan gaya khasnya, Daniel mengulurkan bucket bunga matahari ke arah Zunaira. "Sorry ya, tadi mbanya masih nyari bunganya dulu biar fresh," katanya dengan nada santai, seolah keterlambatan mereka adalah hal biasa.

Zunaira mengerjapkan mata, menatap bunga itu, lalu kembali menatap Daniel. "Ya ampun, Niel. Serius? Lo ke toko bunga dulu?" tanyanya setengah gemas.

Sementara itu, Tabitha yang baru saja mengantarkan makanan untuk Hanisya juga dikejutkan oleh Angga yang tiba-tiba menghadangnya. Di tangannya juga ada bucket bunga matahari yang besar.

"Lama ya?" tanya Angga dengan senyum jahil. "Salahin Daniel deh, masa mbanya suruh revisi lima kali buat bikin bucket yang cantik ini."

Semua yang mendengar langsung tertawa keras. Bahkan, Edric sampai menepuk pundak Daniel sambil tertawa. "Lima kali revisi, Niel? Yang bener aja?"

Daniel hanya mengangguk santai. "Kan harus yang terbaik."

Luna dan Raina geleng-geleng kepala sambil tertawa kecil. "Dasar bocah-bocah ini, bikin orang tuanya deg-degan, ternyata cuma sibuk cari bunga," gumam Luna sambil menepuk bahu Arel.

Rinjani yang duduk tak jauh dari sana tersenyum lembut. "Tapi pilihan mereka bagus, loh," katanya, menunjuk bunga matahari di tangan Zunaira dan Tabitha. "Bunga matahari itu melambangkan harapan, kebahagiaan, dan ketangguhan. Cocok buat kalian berdua."

Tabitha yang awalnya kaget kini malah tersenyum kecil sambil memeluk bucket bunga mataharinya. "Hmm, lumayan, buat pajangan di kamar."

Zunaira juga akhirnya tersenyum, menatap Daniel yang memasukkan tangannya ke saku celana dengan santai. "Okelah, keterlambatan kalian kali ini dimaafin."

Lalu, suara Hanisya tiba-tiba mencuat, "Kalau bunga matahari buat Kak Bitha dan Kak Naira, terus buat aku sana Zara mana?"

Semua langsung tertawa keras. Angga mengacak rambut adiknya sambil bercanda, "Tenang, kalau buat kalian, nanti kita kasih kebun bunga sekalian."

Saat Daniel dan Angga akhirnya menyerahkan bucket bunga matahari mereka, suasana yang tadinya penuh haru dan kebahagiaan mendadak berubah menjadi ajang keusilan para orang tua.

Lihat selengkapnya