Aku menekuri ponselku yang banyak berisi pesan dan panggilan sejak semalam. Aku membaca satu per satu pesan yang masuk dan membalasnya. Bukan hanya pesan dari Syifa dan Rara, tetapi juga sebuah nomor tanpa nama yang muncul di deretan pesan masuk.
0812-xxxx-xxxx
Assalamualaikum
Hal yang paling romantis dan apa adanya adalah mendoakan
dan menjadikannya kidung abadi
Aku tidak membalasnya, tetapi aku setuju. Hal yang romantis adalah mendoakannya. Tetaplah seperti itu. Namun, aku tidak tahu persis siapa pemilik nomor itu, barangkali ornag iseng, atau salah kirim? Ah, sebaiknya aku abaikan saja, itu lebih baik.
Syifafa
Apa kesalahanku begitu besar, Nay?
Sampai-sampai kamu tak bisa dihubungi?
Mbak Rara
Hai, Cantik. Lusa kita ke Kafe My Soul
Aku sudah reservasi. Jangan telat, ya.
Setelah pesan itu, Rara mengirimkan kembali sebuah kotak arloji yang kemarin aku pilih. Aku menghela napas. Wanita keras kepala itu tetap ngotot memintaku memilih jam tangan baru pengganti jam tangan yang kupakai sekarang.
Aku bukanlah pengoleksi barang. Aku hanya memiliki satu macam benda dan akan menggantinya jika rusak dan tidak bisa kugunakan lagi. Bukan alasan penghematan. Ini hanya bentuk gaya hidup seorang Nayyara yang apa adanya. Walaupun aku tinggal di apartemen, bukan berarti gaya hidupku seperti orang tajir kebanyakan. Banyak uang dan punya banyak koleksi. Kaum yang memandang ‘barang’ bagus pasti mahal. Hidupnya dibaluti brand. Gaya penampilannya serba matching dan eksklusif. Sepenting itukah keserasian? Keserasian yang ditata dan dipamerkan. Barulah semuat itu disebut sempurna.
Sejenak menggiring ingatanku dengan kehidupan Rara yang teramat sempurna, paling tidak menurutku. Keserasian yang sempurna. Kemarin dia datang dengan dandanan casual, blus kembang kecil berwarna lembut membalut tubuhnya. Roknya merah polos. Jam tangan bertali kulit merah melilit di tangan kanannya. Apa lagi? Tas jinjing dan sepatunya juga ada unsur merah di sana. Matching. Tampak segar dan tentunya menawan.
Namun, keserasian itu berbanding terbalik dengan kehidupannya. Kehidupan yang menurutnya hampa, setelah sekian tahun menikah tanpa buah hati. Biarpun diagnosa dokter keduanya sehat, mereka tak pernah berhenti berusaha.