Kening Aletha bergelombang ketika melihat lampu tidur bertabur bintang ada di atas meja yang biasa dia tempati. Aletha sangat menyukai benda yang berbau bintang, jadi Shita membeli lampu tidur ini untuk Aletha sebagai tanda maaf dari dirinya.
Aletha memandang Shita yang menangkupkan kedua tangannya di depan dada sambil menundukan kepalanya.
"Tha, gue minta maaf yang kemaren," kata Shita dengan mata tertutup.
"Minta maaf?" tanya Aletha datar.
"Iya! Lo kemarin nutup telepon gue tiba-tiba. Gue tahu kalo lo marah sama gue karena candaan gue yang bilang kalo cokelat lo itu biasa aja. Sebenernya cokelatnya berpengaruh kok. Gue udah agak mendingan. Gue ga galau-galau banget gara-gara ditinggal nikah. Jangan marah ya. Ya, ya, ya? Gue ga mau lo marah lama-lama sama gue. Ntar gue jalan sama siapa? Ntar gue curhat ke siapa kalo bukan ke elo?!" ucap Shita tiada henti seakan tidak mengijinkan Aletha berbicara.
Namun setelah Shita berhenti bicara, Aletha tidak memberikan respon apapun.
"Mampus lo! Aletha ga maafin lo!" ucap Keyla dengan pandangan ke ponselnya.
Keyla sedari tadi anteng melihat-lihat akun Instagram miliknya yang sudah lama tidak dibuka karena lupa kata sandi. Ditambah lagi, Shita memperingatkan Keyla agar tidak usah ikut nimbrung saat Shita meminta maaf kepada Aletha. Namun, dasar mulut Keyla yang sepertinya gatal kalau tidak berkomentar, berhasil membuat Shita semakin panik.
Aletha menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia bukannya tidak bereaksi, tapi dia bingung dengan perkataan Shita yang kecepatannya sekilat cahaya. Aletha perlu mencerna perlahan kata-kata yang baru di ucapkan Shita.
"Aletha! Lo denger gue kan? Jangan-jangan lo ga mau maafin gue? Maaf dong. Gue janji ga akan bercanda lagi kayak kemarin. Gue-"
"Bentar...," Aletha menghentikan ucapan Shita. "sebenarnya lo mau ngomong apa sih? Gue ga ngerti. Bisa ga, lo ngomong pelan-pelan biar gue lebih jelas denger ucapan lo?"
Shita menarik napas dan mengaturnya terlebih dahulu karena tadi dia berbicara hampir tidak menarik napas. Shita kembali mengulang perkataannya dengan tempo yang lebih pelan.
"Kemarin, waktu gue telepon lo buat minta maaf, lo kan malah tutup telepon gue tuh-"
"Oh, waktu HP gue lowbat?" potong Aletha dengan tampang datar.
"Iya, terus ... HAH? LOWBAT?" Shita memekik dengan keras sehingga mereka menjadi pusat perhatian satu kelas.
"Iya," jawab Aletha singkat.
"Jadi lo nggak marah?" Shita mengulang kembali pertanyaan itu untuk memvalidasi bahwa Aletha benar-benar tidak marah kepadanya.
"Nggak." Lagi-lagi Aletha menjawab singkat.
Shita kemudian memeluk Aletha dengan erat sehingga Aletha meringis kesakitan.
"Makasih banyak Aletha sayang. Lo emang sahabat gue yang paling baik. Ga salah juga kalo lo diputusin mantan lo gara-gara lo terlalu baik."
Kampret!
Shita terdiam saat menyadari ada yang salah dari ucapannya.
"Jadi gue pantes diputusin gara-gara terlalu baik?" tanya Aletha datar.
Shita masih tetap memeluk Aletha. Dia tidak berani melepaskan pelukannya karena takut melihat wajah Aletha yang dipastikan 100% kesal.
"Maksud gue, mantan lo itu bener waktu bilang lo itu cewe yang baik." Shita mencari jawaban yang pas agar Aletha tidak marah.
Aletha berusaha melepaskan pelukan Shita, namun Shita malah memeluk Aletha semakin erat.