Jika boleh, aku tidak ingin memaafkanmu.
=====
Tiga hari semenjak kejadian, rekaman mengenai kejadian menyakitkan itu tidak ada hentinya berputar di pikiran Aletha. Memutar ulang tanpa izin seakan tombol rewind di rekaman itu ditekan secara otomatis oleh tangan alam bawah sadarnya.
Beberapa kali Orion menghubungi Aletha, menunggu selama berjam-jam di taman favorit pemilik hatinya. Bahkan pria berkacamata itu sampai datang ke kelas Aletha. Namun gadisnya seakan hilang ditelan bumi. Orion tidak dapat menemukan Aletha di mana pun selama tiga hari ini.
Kemana?
Kini Orion memijat kepalanya yang terasa begitu pening. Berada di dalam mobil, tentunya mobil yang di parkirkan di depan rumah Aletha. Rumahnya pun tampak sepi. Dapat dipastikan kalau penghuni rumah sedang tidak berada di rumah.
Menghubunginya pun seakan sia-sia. Apakah mereka pindah? Dia mengacak rambutnya frustasi. Seakan masalah enggan pergi dari hidupnya.
Namun, akhirnya penantian selama tiga hari ini tidaklah sia-sia. Sebuah mobil datang memasuki halaman rumah Aletha. Mobil yang ia kenal milik Alghi, kakak gadisnya.
Hatinya berdegup kencang saat melihat wanita berlensung pipi itu turun dari kendaraan yang sudah terparkir di halaman rumah. Seluruh keresahan seakan luntur bersama aliran darah yang mengalir cepat di pembuluh darahnya.
Hampiri atau biarkan dia untuk beristirahat hari ini? Mungkin ini bukan waktu yang baik untuk mereka bertemu.
Orion memutuskan untuk pergi dari depan rumah bercat putih itu setelah melihat gadisnya memasuki kamar. Kembali di esok hari saat matahari akan kembali bertugas.
🍫🍫🍫
Pria tinggi dengan hidung mancung itu berjalan menuju kamarnya. Kamar berdinding abu-abu dengan gambar liverbird di sisi kamarnya. Sebagai penggemar club sepak bola Liverpool, mungkin tak akan aneh melihat gambar burung itu. Burung gagah dengan warna merah dan garis putih yang membuat semua orang akan terpana memandangnya.
Orion membuka kacamata dan menaruhnya di atas nakas. Dia merebahkan diri di ranjang tidurnya dan memandangi dinding kamarnya.
Beberapa kali mengeluarkan napas gusar. Walau badannya telah menemukan tempat bersandar, namun pikirannya masih terus bekerja. Bagaimana nanti saat bertemu dengan Aletha? Bagaimana dia menjelaskan duduk permasalahannya? Apakah yakin kalau Renata tidak akan lagi mengganggunya?
Selama tiga hari terakhir, Renata memang tidak pernah mendatanginya ataupun menghubunginya. Sesaat Orion memang merasa bersyukur. Akan tetapi, pikiran buruk kembali memaksa masuk ke dalam otaknya. Bagaimana kalau hal ini hanya bersifat sementara?
Pikirannya seketika buyar ketika terdengar suara ketukan pintu. Tatapannya berpindah ke pintu kamarnya yang saat itu terbuka, memunculkan adik kesayangannya di sela pintu.
"Masuk, Lan."
Gadis yang dipanggil pun mengembangkan senyum dan berlari dan melompat ke tempat tidur kakaknya itu, menyebabkan guncangan yang membuat kepala Orion terasa nyeri.
"Lo ngapain, sih?! Ga ada kerjaan banget!" sungut Orion yang malah dibalas cengiran oleh Gadis berkulit putih itu.
"Abis gue bete liat lo yang galau ga ada habisnya. Masih masalah sama Renata? Apa Aletha?" tanya Bulan to the point.
Pria itu memejamkan matanya. Mengusap wajahnya kasar dan menghirup oksigen sebanyak-banyaknya agar ia tidak merasaka sesak di dadanya.
"Tiga hari yang lalu, gue udah bilang Renata supaya ga ganggu gue lagi. Sejauh ini, dia memang nggak ganggu. Tapi sayangnya, Aletha juga ga bisa dihubungi. Gue harus gimana besok? Gue harus ngomong apa pas ketemu Aletha?" Orion seakan terlelap dipusaran kebingungan. Seakan masalahnya tak memiliki ujung.
"Ya lo bilang aja 'Hai Aletha, aku tanen kamu, nich. Kamu lindu akuh ga? Pasti lindu, kan? Akuh-"