Cold Breath

Yunita Widia
Chapter #2

1th Kelabakan

"Semangat Shilla!" Seru seorang cewek yang masih menunggu sahabatnya itu ujian.

Adshilla yang sedang disemangati itu mengacungkan jari jempolnya, dia tetap tersenyum meski telah berkali-kali mengulang ujiannya hingga ia mendapat giliran pulang paling akhir, beruntung ia memiliki sahabat yang setia menunggunya.

"Ck, susah banget sih." Shilla menatap miris ring basket yang berada di atasnya itu, kenapa susah sekali baginya untuk memasukkan bola dalam ring itu. Rustam—guru pengampu olahraga itu masih berdiri di belakang tiang ring basket, dengan tangan yang membawa buku presensi.

"Okeyy Adshilla, lo harus bisa masukin 18 kali bola ke ring dalam waktu 1 menit."Shilla terus menyemangati dirinya, berjuang mendapatkan poin untuk lolos ujian basket. Bab olahraga pertama kelas 10 adalah bola basket, ujian praktek kali ini memasukkan minimal 18 kali bola ke ring basket dalam satu menit, jika belum bisa maka harus diulang hingga bisa.

"Chilla! Chilla! Semangat, elo bisa kok." Irena-sahabatnya itu terus meneriakinya.

Shilla rasa ingin menyerah, namun bagaimana dengan nilainya nanti.

••• 

       Peluh telah membasahi wajah cowok itu, ia menyusuri koridor kelas dengan tangan yang membawa stopmap berisi proposal, pandangan matanya tetap lurus ke depan, meski banyak para gadis yang mengamati pergerakannya. Mata karismatik itu terus saja fokus, ia berjalan dengan santai membuat para siswa kagum dengan ketua dari cabang olahraga basket itu. Panji menatap gusar pintu ruang guru yang di depannya itu. Menarik napas sejenak, ia mendorong knop pintu.

Dia celingukan mencari meja pembina organisasinya itu. Tiba di meja guru Pak Rustam—guru pembina organisasi Deportes, organisasi yang bergerak dalam bidang olahraga."Bu, Pak Rustam ada dimana ya?" Tanya Panji pada guru yang berada tak jauh dari meja Rustam.

"Sedang mengajar di lapangan basket." Jawab guru itu, yang dia tahu namanya Nike. Panji mengernyit jam segini masih mengajar olahraga? Ia melirik arlojinya yang menunjukkan pukul 15.45 jam pelajaran olahraga sore berakhir pukul 15.15, biasanya malah waktu seperti ini digunakan untuk ekstrakurikuler olahraga bukan jam olahraga.

"Barusan beliau ada ujian basket untuk siswa kelas 10." Pantas saja belum selesai, pasti jam pulang telat karena ada yang gagal ujian dan harus mengulang hingga bisa. Dia hafal dengan sifat guru sekaligus pembina organisasinya itu.

Panji membungkuk, "Terima kasih Bu."

Mengakhiri percakapan itu, Panji keluar dari ruang guru dengan perasaan yang masih belum lega. Lantas ia menuju lapangan basket untuk menemui guru olahraga itu.Samar-samar ia mendengar teriakan dari lapangan basket, dari kejauhan dia melihat seorang gadis kecil tengah berusaha memasukkan bola ke ring basket namun tidak kunjung berhasil. Ya jelas susah masuk, cara dia memasukkan saja salah.

Pak Rustam diam, lalu memperhatikan Shilla yang masih kesusahan memasukkan bola ke ring. Selain cara dia salah, tinggi badannya juga mempengaruhi bola susah masuk.

"Shilla, kamu boleh pulang."

"Tetapi Pak saya belum 18 kali memasukkan bola." Sedari tadi Irena yang bertugas menghitung hanya memperoleh 10 sampai 15 kali dalam satu menit.

"Tidak apa, yang terpenting kamu mau berusaha. Saya akan tetap kasih kamu nilai di atas KKM, setelah ini saya harap kamu bisa berusaha dan belajar lebih, karena akhir semester akan diadakan ujian praktek basket"

Wajah lelah Shilla langsung berubah semringah. "Terima kasih, Pak. Setelah ini saya akan belajar lagi."

"Semangat terus untuk berlatih." Shilla menyalami pria itu, Irena juga menyusul. "Terima kasih Pak kami pulang dulu."

"Yeayy, kita makan es krim dulu yuk Shill."

Kedua gadis itu pergi meninggalkan lapangan basket.

Panji menghampiri Pak Rustam yang berdiri di samping tiang ring basket. "Permisi Pak, saya ingin bertanya, kenapa proposal ini dikembalikan ke kami lagi?"

Tiga hari yang lalu Panji bersama Agris, humas kegiatan untuk mengajukan proposal ke pembina Deportes. Lalu siang tadi dia menemukan proposal itu berada di basecamp mereka dengan alasan terdapat kesalahan dalam penulisan proposal.

"Dalam bagian dana, ini terlalu berlebihan. Kamu tahu keuangan sekolah? Bulan ini sekolah akan membeli lahan sebelah untuk dibuat tempat parkir, keuangan sekolah 50% akan dialihkan ke situ. Jadi saya harap, dalam pendanaan kegiatan ini kamu turunkan, karena saya tidak yakin sekolah akan memberikan dana yang banyak untuk kalian."

"Anggaran dana dalam proposal ini sudah sangat mepet, jika kami turunkan lagi, saya rasa kegiatan Haornas besok akan kekurangan dana."

"Kalian punya uang kas? Itu bisa untuk tambahan dana."

"Bagaimana bisa Pak? uang kas adalah uang untuk kegiatan harian bukan untuk kegiatan Haornas."

"Akan saya pikirkan lagi, untuk bagian dana mungkin seperti itu saja dulu. Kalian perbaiki di bab pendahuluan itu saja, ada bagian yang salah."

"Baik Pak, jika begitu terima kasih."

•••

     "Astaga! Shilla!" Teriakan seoarang wanita paruh baya setelah membuka seluruh isi tas Shilla, karena terlalu keras suara itu hingga Shilla menutup kedua telinganya.

"Untuk yang kedua kalinya kamu ngilangin tupperware!?" Lista—Mama Shilla heran dengan anak putrinya itu, suka menghilangkan tupperware.

"Kemarin ketinggalan di lapangan, terus sekarang ketinggalan di kelas. Kamu tahu Shilla? Itu Mama benar-benar beli tupperware yang ori, seenaknya aja kamu hilangkan."

Lista terus mengomeli Shilla yang duduk bersila di atas sofa berwarna merah marun. Shilla cemberut dengan tangannya bersedekap.

"Tadi itu Ma, jam pelajaran terakhir olahraga, Shilla buru-buru. Jadinya ketinggalan deh." Tadi sebelum jam pelajaran olahraga Shilla disibukkan dengan mengerjakan tugas, hingga ia kelupaan memasukkan tupperware ke dalam tasnya sebelum ke lapangan.

Lista menggeram. "Mumpung sekarang belum malam, kamu balik ke sekolahan cari tupperware kamu."

Shilla melirik jam dinding, pukul lima sore, mungkin ia akan sampai di sekolahan lima belas menit lagi. Padahal pukul lima lebih lima belas menit adalah jam untuk pulang, jika Shilla nekat bisa-bisa dia diusir Pak Tarjo. "Aduh Ma nanggung, besok aja ya. Nanti kalau ditemuin Bang Hendra pasti dibalikin kok."

Pak Tarjo adalah ketua dari seluruh satpam yang ada di SMA Taruna Arsa, mulai dari satpam parkir, keamanan, ketertiban, hingga satpam lapangan. Selain menjadi ketua satpam, beliau juga paling galak diantara yang lain. Wajahnya yang sangar, dengan kumis tebal, serta suara yang keras membuatnya mendapat julukan satpam killer.

Sedangkan Bang Hendra adalah tukang kebun SMA, dia sangat jujur, jika menemukan barang milik siswa dia akan menyimpannya di gudang. Dulu ponsel Irena pernah ketinggalan di kelas, lalu ditemui Bang Hendra, keesokan harinya dikembalikan ke pada pemiliknya.

"Ya kalau yang nemu tukang kebun baik kayak gitu, lah kalau yang nemu orang ngga jujur. Nanti bakal dibawa pulang!"

Lihat selengkapnya