Siapa yang tak ingin kenal dengan sesosok laki-laki yang hampir mendekati kata sempurna bernama Aidan Asyraf Pradipta—seorang ketua umum Badan Eksekutif Mahasiswa di salah satu universitas di Bandung. Hidung mancung yang khas, rambut yang keren, dan juga kealimannya. Seluruh prestasinya membuat satu fakultas bangga karena laki-laki yang serba bisa itu.
Dibalik wajah tampannya, Aidan memiliki sifat dingin yang membuat fansnya greget dan dibuat penasaran. Seperti makanan favoritnya, es krim, Aidan juga kerap kali disebut dengan julukan 'ice prince' karena hatinya yang beku. Aidan tidak pernah menanggapi perempuan yang menyukainya.
Ketika matahari berada tepat di atas kepala, para komdis pergi ke ruang kesekretariatan untuk menunggu azan zuhur. Karena waktu istirahat tiba, hampir seluruh panitia bergegas ke ruangan istirahat untuk melaksanakan makan siang dan melakukan kewajibannya.
“Ngapain?” tanya Hisyam—salah satu komdis—pada Aidan begitu ia masuk.
Aidan yang tengah memperhatikan nametag bernama Binar Yumna Ananta dengan santai menjawab, “Punya siapa?”
“Perempuan tadi, yang rambutnya nyangkut di wc,” jawab Hisyam. “Lo tahu, rambut dia terpaksa gue gunting.”
Aidan membulatkan mulutnya, “Oh, si Rapunsel?”
“Iya, bener, pas banget julukannya. Rambutnya panjang. Untung rapi, kalau nggak, udah kayak kuntilanak aja, terus punya jurus gedebuk cukit lagi, aneh. Gila sih, kayak Naruto aja punya jurus. Tapi dia cantik sih, lucu.”
“Ngehina dulu baru dipuji. Bisa gitu ya, Syam?” komentar yang lain.
Hisyam mengedikkan bahunya, “Bodo ah, gue mau ke belakang dulu, mau ngasep.” Hisyam segera pergi meninggalkan ruangan itu.
“Permisi, ada yang pegang nametag gue?” seorang perempuan memunculkan kepalanya di pintu masuk.
“Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,” ucap para komdis secara bersamaan.
“Nggak tahu adab masuk ruangan orang lain?” tanya salah satu diantara mereka.
“Sori gue buru-buru, mau makan, udah ditungguin temen,” jawab perempuan bernama Binar itu.
Aidan bangkit sambil membawa nametag bernama Binar, laki-laki itu berjalan menuju pintu. Di hadapan wanita yang tingginya hanya sedadanya, Aidan mengangkat nametag itu.
“Mau ambil ini?” tanya Aidan.
Binar berusaha merebut barang miliknya, “Siniin!”
Aidan menarik kembali benda itu dan disembunyikan dibalik tubuhnya, “Kamu bisa mengambilnya nanti setelah acaranya selesai, di lapangan.”
Binar mendesah, “Bener kan, lo ganteng, tapi rese!” ucap Binar dengan nada yang meninggi. “Lo siapa sih? Ketua pelaksana aja bukan, ribet amat ngurusin gue!”
“Kabem, cukup puas?” ujar teman Aidan yang ikut naik darah karena ulah Binar. “Anda itu perempuan, tapi attitude-nya nggak lebih baik daripada laki-laki.”
“Assalamualaikum. Ada apa nih?” seorang perempuan anggun nan imut dari divisi kesekretariatan datang sambil memasang wajah kebingungan. “Kenapa teriak-teriak?”
“Eh Ayra. Waalaikumussalam warahmatullah,” jawab Indra. “Eh, nggak kok, itu ada mahasiswa baru yang hobinya marah-marah terus.”
“Mau ketemu Aidan, Ra?” tanya Yusuf.
“Enggak kok. Aku mau ambil flashdisk di Juna, mau ngeprint.”