"Cewek gak penting," panggil Reyhan sedikit membuat Fanya terkejut, karena kehadirannya secara tiba-tiba. Sebenarnya itu keinginannya, sengaja mengejutkan Fanya.
Fanya membelalakkan matanya ketika Reyhan begitu berani duduk tanpa permisi di sampingnya.
"Lo, terkejut ya?" tanya Reyhan cengegesan. "Kok, lo belum pulang?" lajutnya lagi.
"Siapa yang suruh lo duduk deket-deketan sama gue?" Fanya beringsut untuk menjauhi Reyhan.
"Lo gak lelah, marah-marah sama gue?"
Fanya menarik salah satu sudut bibirnya. Ia melirik Reyhan dengan ujung matanya yang tajam. Laki-laki di sampingnya malah begitu santainya bersiul, sambil memandangi sekeliling taman tempat mereka duduk sekarang.
Taman sekolah, menjadi tempat favorit Fanya untuk menunggu jemputan dari sopirnya. Sekaligus menjadi tempat dirinya akan selalu diganggu Reyhan. Kenapa hidupnya tidak pernah bisa tenang?
Ada saja yang ingin diperbuat Reyhan untuk membuatnya kesal.
Reyhan berhenti bersiul, mungkin ia lelah.
"Cewek gak penting?" panggilnya setelah pertanyaannya tidak dijawab.
"Kita baikan yuk," ajak Reyhan. Ia menatap Fanya sembari menyunggingkan senyum di bibir merah muda miliknya.
Fanya jadi tertegun dengan ajakan Reyhan, ia menelan ludahnya mencoba mencerna secara baik-baik. Fanya menoleh, hingga pandangan mereka saling bertemu. Fanya melihat binar mata ketulusan dari Reyhan, ia merasakan Reyhan di sampingnya sekarang tidak sama seperti Reyhan sebelumnya yang hanya membuat tekanan darahnya jadi naik menghadapi sikap laki-laki itu.
"Mau gak?" tanya Reyhan ulang.
"Mau apa?"
"Jadian. Hahaha." Reyhan tertawa, hingga membuat Fanya membelalak matanya tak percaya.
"Hahaha...." Ia masih meneruskan tawanya.
"Kita baikan, gue gak mau makin suka sama lo, gara-gara sikap cuek, jutek lo itu."
Reyhan menghirup udara dalam-dalam, setelah rongga dadanya penuh baru ia lepaskan secara pelan.
"Gue tipikal cowok, yang suka cewek cuek, dan yang suka jutek kalo dideketin sama cowok-cowok. Contohnya lo. Lo itu tipikal cewek idaman gue banget, tapi lo jangan jutek lagi sama gue."
Fanya cuma diam mendengar semua lontaran kata dari Reyhan, entah dia sedang mengejek dirinya atau itu memang sebuah pengakuan dari seorang Reyhan.
Reyhan melepaskan ransel-nya. "Gue mau balikin novel lo," katanya sambil mengeluarkan novel dari dalam ransel miliknya.
"Nih." Reyhan menyodorkan Novel itu, dan Fanya menerimanya dengan muka datar.
"Thanks," katanya Fanya. Harusnya ia tidak mengatakan itu, karena novel itu miliknya. Tetapi entahlah, ucapan terimakasih itu keluar begitu saja.