Esok harinya, di pagi hari yang tak biasanya Reyhan sudah lengkap dengan seragam. Hari ini ia malah terlihat sudah rapi. Bagaimana tidak, Reyhan ingin sekali menanyakan mengenai ponsel gadis itu yang belum aktif sampai pagi ini.
"Lah, tumben kamu udah berangkat jam segini?" tanya paman Andi, yang baru saja selesai joging. Rutinitas beliau sebelum berangkat kerja, meski hanya sekedar keliling komplek.
"Iya, Om. Ada acara," sahut Reyhan asl, ia mengatakan tidak sebenarnya, bisa-bisa di ledek-in habis-habisan kalau ia jujur.
Reyhan mengikat tali sepatunya buru-buru, ia harus menunggu Fanya di depan gerbang sekolah.
"Masa harus pagi-pagi buta? Kayak tukang kunci aja kamu," katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Selesai mengikat tali sepatunya, Reyhan merangkul tas ranselnya. "Iya Om, mau bantu Pak Dimas," sahutnya asal.
"Reyhan berangkat ya Om," ucapnya sudah siap meluncur dengan motornya.
"Ya, hati-hati," Balas Andi bersuara kecil, mungkin saja tak terdengar lagi oleh Reyhan karena sudah menghidupkan motornya.
Motor Reyhan langsung melesat dengan kecepatan tinggi meninggalkan rumah. Bahkan security yang berdiri di pintu pos jaga milik keluarga Reyhan sampai shock melihat Reyhan membawa motornya dengan kecepatan tidak seperti biasanya.
Jalanan masih begitu senggang hingga memudahkan Reyhan dalam membawa motornya. Ya, itulah harapan dari Reyhan berangkat sepagi ini. Jalanan masih belum dipenuhi oleh kendaraan-kendaraan, jadinya ia bisa tiba lebih cepat.
Di tengah perjalan, tiba-tiba motornya tersengal-segal kemudian mati. Entah kesialan apa menghampiri dirinya, bensin pun masih penuh. Berulang kali, ia mencoba menghidupkan tapi hasilnya nihil. Motor saja tidak merestui dirinya untuk bertemu Fanya. Ah, mungkin ini pertanda untuk dirinya tidak perlu berharap agar bisa dekat dengan Fanya.
"Huffft, tambah kerjaan aja nih motor," tutur Reyhan pada dirinya sendiri.
Reyhan mendorong motornya, untuk mencari bengkel terdekat. Sungguh apes. Ia melirik arloji yang melingkar di tangannya, pukul 07.15 belum terlalu telat. Akan tetapi tetap saja sudah berangkat begitu pagi demi bertemu Fanya, malah bertemu kesialan.
"Mampus, mana bengkel belum buka lagi."
"Gue tinggalin yang ada hilang nih motor, gue tungguin udah pasti telat."
"Tungguin atau tinggalin ya?" Reyhan jadi bermonolog dengan dirinya sendiri.
Tidak lama, tiba-tiba bengkel tempat dirinya menunggu akhirnya terbuka. Meski baru terbuka satu pintu, Reyhan dengan cepat berdiri dan menghampiri orang itu.
"Mas, saya minta tolong benerin motor ini. Nggak tau kenapa tiba-tiba mati di tengah jalan. Kayaknya mesinnya deh Mas," jelas Reyhan.
"Tapi saya baru buka, takutnya kamu telat sekolah. Gimana kalau motornya ditinggal aja, nanti pas pulang diambil?"
"Boleh Pak. Yaudah, ini kuncinya."
"Pesan ojol aja biar nggak telat."
"Iya Pak, ini saya lagi nunggu dijemput," kata Reyhan sudah sedang menunggu.
Mana mungkin ia menyia-nyiakan waktunya. Meski tidak mendapatkan restu dari motornya, masih ada kang ojek online yang membantu mendekatkan.
Sebuah sepeda motor berhenti di trotoar pas di depan bengkel tempat Reyhan menitipkan motornya untuk diperbaiki. Ia secepat mungkin menghampiri ojek tersebut.
"Reyhan, ya?"
"Iya," sahutnya. "Mas, saya pergi ya. Apa yang perlu diganti, ganti aja." Reyhan tersenyum ramah kepada tukang bengkel.
"Oke." Mas yang berada di bengkel mengacungkan jempolnya.
"Mas, ngebut dikit yah," perintah Reyhan pada ojek online yang akan ditumpanginya sambil menggunakan helm.
"Siap."
***