Come to Stay

Winda Nazira
Chapter #17

Sama-sama Bolos Sekolah

Bagaikan mimpi buruk untuk seorang Fanya setelah apa yang terjadi kemarin. Ia enggan bangun dari kasur, beberapa kali menggeliat melihat jam dinding, masih pukul 07.20 kemudian menarik kembali selimut menutupi dirinya. Kejadian kemarin benar-benar memaksanya menerima kenyataan bahwa bibirnya sudah tidak suci lagi. Kalau bisa Fanya memutar waktu, ia mau hari kemarin tidak dijajakinya. Ia ingin menghapus hari kemarin. Kemarin itu adalah hari yang akan diingatnya sampai mati nanti. 

Fanya menangkup wajahnya dengan batal. Ia mulai berteriak sekuat mungkin, air matanya juga ikut membasahi bantal yang digunakan untuk menangkup wajahnya. Kejadian itu masih terlintas dengan begitu jelas dalam bayangannya. Bagaimana Ega melakukan itu padanya, laki-laki itu benar-benar tidak punya hati. 

"Kenapa itu harus terjadi, Andra lo harus tau. Gue nggak ada yang jaga An," lirih Fanya disela-sela isakannya. 

Dari kemarin ia menutup diri dari semua orang termasuk Mamanya sendiri. Ia masih bungkam perihal apa yang menimpanya kemarin. 

Ia mulai menduduki dirinya, menyesali hari kemarin dengan menumpahkan air matanya sampai sekarang. Sampai kapan pun, ia akan mengingat kenangan pahit itu. 

"Fanya, Sayang. Kamu udah bangun belum?" 

Suara Dera dari luar membangunkan putrinya. 

Fanya harus apa? Ia tidak sanggup menghadapi Mamanya dengan seribu pertanyaannya itu. Fanya belum siap. 

Dengan wajah sembabnya, Fanya memaksakan diri untuk berjalan ke arah pintu. Sebelum ia membukakan pintu, ia terlebih dulu menyeka sisa air matanya. 

"Loh, kok, masih belum bersiap?" tanya Dera karena putrinya masih menggunakan piama biru bercorak dora emon. 

Mata Fanya kembali berkaca-kaca. "Ma." Ia menghamburkan diri pada tubuh Dera. 

"Sayang, kamu kenapa nangis lagi?" 

"Mama," panggil Fanya sesenggukan. 

Hati Dera ikut terenyuh akan kondisi Fanya cuman menangis, tanpa membagi beban apa yang dihadapi putrinya itu. Beliau mengangkap wajah Fanya, menyapu lembut jalan keluar air mata-- sedikit merapikan rambut yang menutupi wajah cantik itu.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" Dera berusaha menanyakan ulang, siapa tahu Fanya mau berbagi cerita dengannya. Hasilnya masih sama saja, hanya gelengan yang beliau dapatkan.  

"Ma, hari ini aku nggak masuk sekolah," ucap Fanya. 

"Itu Reyhan di bawah lagi nungguin kamu. Gimana dong?" 

"Aku nggak mau ketemu sama siapapun Ma," tolak Fanya, ia menarik napasnya secara pelan menenangkan dirinya untuk berhenti menangis. Semua sudah berlalu, sekalipun ia terus seperti ini. Tidak ada satupun yang bisa mengubah apa yang sudah terjadi. 

"Hem, kalau gitu. Istirahat aja lagi. Nanti Mama bawain sarapan."

"Aku turun aja deh, Ma. Sekalian mau ucapin terima kasih karena udah nganterin aku kemarin." Fanya berubah pikiran, sepertinya dirinya butuh Reyhan supaya tahu kelanjutan masalah kemarin. 

"E---eh. Masa kamu jumpain Reyhan begini. Yang cantik dong." Dera menahan Fanya agar tidak turun dalam keadaan kacau seperti sekarang.

"Sayang anak orang Ma, telat sampe sekolah," balas Fanya buru-buru.

"Rambutnya di rapiin," seru Dera pada putrinya sambil berjalan membelakanginya. Sedangkan beliau masuk ke kamar Fanya untuk merapikan kamar.

***

Lihat selengkapnya