"Fanya, sayang."
Panggilan dari Dera di sertai dengan ketukan pintu kamar.
"Fanya, bangun sayang,"panggil beliau lagi tanpa henti mengetuk sampai pintu terbuka menampilkan putrinya dengan muka bantal. Memperhatikan dirinya seperti orang kebingungan karena membangunkan terlalu pagi.
"Is, Mama ini. Orang masih ngantuk," omelnya merasa tidur terganggu, lalu Fanya berbalik badan untuk kembali ke kasur, namun Dera mencegatnya.
"Sayang," panggil Dera seraya meletakkan kedua tangannya atas pundak Fanya.
Beliau menghela napasnya pelan, beliau bingung untuk memberitahu berita kepergian Andra dengan cara apa. Dera tidak ingin anaknya bersedih.
"Ada masalah Ma?"
Dera menatap bola mata putrinya dalam, lalu memeluknya dengan sangat kuat. "Cepat bersiap, kita akan mengantarkan Andra."
Ada kesedihan ketikan mendengar Mamanya berkata untuk mengantarkan sahabatnya. "Andra? Dia mau ke mana? Dia pindah ke Bandung sama orangtuanya?" tanya Fanya sambil melepaskan pelukannya, Mamanya malah menggeleng pelan. Semuanya semakin membingungkan. "Jadi, Andra mau ke mana juga, ke luar negeri?"
Gelengan lagi yang Fanya dapatkan dari Mamanya.
"Nanti kamu lihat sendiri, sekarang cepat bersiap! Pake baju yang sopan, gunakan penutup rambut juga."
"Mau ke mana sih, Ma? Aku kalau nggak jelas nggak mau pergi."
"Cepat bersiap, Mama tunggu kamu di bawah," perintah Dera. Beliau keluar dari kamar putrinya, dan menutup kembali pintu kamar itu.
Fanya mulai bingung, batinnya terus bertanya-tanya. Sebenarnya ke mana Andra akan pergi. Kenapa tidak memberi kabar? Barusan Mamanya juga pakai baju sopan dengan menggunakan selendang menutupi bagian kepalanya.
"Berarti aku harus pakai baju seperti Mama," ucapnya dalam lamunan.
Ia bergegas untuk bersiap supaya Dera enggak menunggu lama.
***
Dalam mobil Fanya cuman diam, begitu juga dengan Dera fokus menyetir. Mobil yang membawa Fanya entah ke mana berada di barisan terakhir mengikuti mobil-mobil lainnya. Yang membuat Fanya semakin bingung di sini kenapa semua orang mengikuti mobil Ambulance.
Hening. Itulah satu kata diantara Fanya bersama Mamanya. Satupun tidak ada yang mengangkat pembicaraan. Lelah hanya bertanya-tanya pada diri sendiri Fanya menoleh ke samping.
"Sebenarnya kita mau ke mana sih, Ma?"
"Kita mau anterin Andra, sayang."
Ucapan itu sama sekali tidak mengarahkan pikiran Fanya maksud 'mengantarkan Andra' adalah mengantarkan sahabatnya untuk pergi dari dunia yang sama dengannya.
"Aku kabarin Reyhan dulu ya, Ma. Kemarin katanya dia mau jemput Fanya, berangkat bareng." Fanya mengambil ponselnya untuk mengabari laki-laki itu, bahwa ia akan telat hari ini.
Dera, beliau hanya bisa diam. Fokus menyetir, merapalkan doa dalam hati agar putrinya bisa ikhlas dengan kepergian Andra.