Seminggu kepergian Andra tak menyurutkan kesedihan dari Fanya, hati gadis itu kini kosong. Setengah jiwanya terbawa oleh Andra, terkubur bersama kenangan. Hari-hari Fanya lewati sudah berbeda dari hari sebelum Andra meninggal, ia tau masih ada Reyhan terus menyemangatinya. Akan tetapi mereka tetap orang berbeda yang telah mendapatkan posisi masing-masing dalam kehidupannya.
"Fan, anggota Calvert Geng mau bagi-bagi buku tulis dan baca untuk anak-anak panti asuhan. Lo mau ikut enggak?" tanya Tasya yang baru balik dari kantin.
Mulai masuk sekolah dua hari yang lalu Fanya belum menginjakkan kakinya di kantin, ia lebih memilih tinggal di kelas menghabiskan waktu dengan novel-novel bawaannya. Lihat saja, sekarang Fanya masih membaca tanpa menghiraukan ucapan Tasya.
"Mau ikut nggak? Kalau lo nggak ikut, gue juga ogahan. Masa gue doang, yang cewek. Kan, nggak seru jadinya."
"Emangnya, Reyhan ngajakin gue?" timpal Fanya dengan pertanyaan.
"Emang dia nggak ngajakin lo?" Tasya malah bertanya balik, ia pikir Reyhan sudah lebih dulu membicarakan dengan Fanya.
"Nggak."
"Masa? Belum kali, Fan."
"Hem." Fanya kurang peduli persoalan itu, ia kembali membuka novel untuk melanjutkan bacaan sebelum guru masuk.
Jika Fanya sudah membalas dengan 'hem' artinya Tasya jangan mengganggu waktunya lagi. Gadis itu ikut mengeluarkan buku untuk di baca, ia hanya memiliki buku-buku sekolah sebagai bacaan. Berbedaan dengan Fanya yang memiliki berbagai macam buku sebagai referensi bacaan.
***
Termenung adalah hobi baru untuk Fanya, sudah jam pulang gadis itu belum juga beranjak dari duduknya. Tasya pun begitu, ia duduk sambil memainkan ponsel menungga Fanya mengajak keluar.
"Hello, girls." Alfi tiba-tiba muncul seorang diri.
"Hi boy," jawab Tasya dengan gaya suara sok manja, sampai membuat Fanya memutar bola matanya malas ketika bertiga dengan pasangan itu. Ya, nampak memang pasangan baru, romantisnya sampai lebay terlihat di mata Fanya.
"Pasti kalian nungguin pangeran-pangeran kalian untuk menjemput kalian, kan?" tuduh Alfi sambil berjalan menghampiri pacarnya.
"Kalian aja kale... gue mau pulang. Jijik ngeliat kalian berdua," cicit Fanya sambil meraih tas untuk di rangkul.
"Tunggu Reyhan dulu, dia lagi kemari," cegah Alfi berusaha menghalang jalan keluar.
"Awas!" perintah Fanya tak ingin dihalang.
Alfi mengalah, membiarkan Fanya keluar.
Belum juga beberapa langkah menuju pintu keluar, Reyhan muncul dengan wajah cerianya.
"Fanya?" Reyhan berdiri di ambang pintu menunggu gadis itu berjalan ke-arahnya. "Kalian berdua asyik pacaran, buruan balik. Katanya mau ikut acara amal geng gue!" sambung Reyhan melihat sepasang kekasih saling berbincang.
Tasya tersenyum malu-malu seraya menyahut, "Eh, iya, Kak. Ini kita mau pulang."
"Ayo, gue anterin." Reyhan meraih pergelangan Fanya. Gadis itu tidak menyahut apapun, ia hanya mengikuti Reyhan. Juga Alfi, dan Tasya di belakang mereka berjalan sambil berceloteh.