“Pak, nanti pulang jemput ya!” perintah Fanya pada Pak Ari, sopirnya sambil turun dari mobil, dan kembali menutup pintu mobil yang dibukanya.
“Baik, Non,” sahutnya sambil menutup kaca mobil, lalu menjalankan mobil meninggalkan Fanya yang masih berdiri tak jauh dari gerbang sekolah.
Hari ini, menjadi hari kedua Fanya bersekolah setelah hari kemarin mengikuti MOS yang begitu melelahkan. Fanya mempercepat derap kakinya untuk segera menuju kelasnya.
Fanya terus menundukkan pandangannya, memperhatikan setiap langkah kakinya menulusuri koridor sekolah. Kebiasaannya dari dulu jika berjalan seorang diri, Fanya sangat malas berjalan meluruskan pandangannya. Ya, bisa dikatakan Fanya kurang percaya diri, apalagi menjadi anak baru, pasti banyak kakak-kakak kelas suka modus buat ajak kenalan. Itu enggak bangat untuk seorang Fanya, bukan sombong, melainkan Fanya tidak suka dengan cowok-cowok yang suka basa-basi tidak jelas. Maka dari itu, Fanya susah didekati cowok melainkan Andra, itupun karena mereka sudah bersahabat dari kecil.
Brakk!
Fanya tak sengaja menubruk tubuh seorang cowok yang baru keluar dari kelas, yang tengah Fanya lewati. Mau tidak mau, Fanya mendongkakkan kepalanya melihat siapa yang baru saja ia tabrak.
“Elo!” Tunjuk Fanya dengan jari telunjuknya, karena tubuh mereka sangat dekat, jarinya hampir mengenai wajah itu cowok, si cowok menyebalkan yang kemarin ia temui, Reyhan.
Secepat mungkin, Fanya menjauhi tubuhnya dan menarik kembali tangannya.
“Lo, cowok kemarin kan?”
Reyhan menunjuki dirinya sendri. “Gue? Emangnya kita kenal?” tanya Reyhan seolah mereka belum pernah bertemu sebelumnya.
Reyhan memang sengaja untuk membuatnya kesal, mana mungkin ia melupa. Dari raut wajahnya, nada bicaranya, Reyhan masih hafal betul. Sebelum itu, Reyhan juga tahu bahwa ini cewek satu sekolah dengannya dari seragam yang dia gunakan, saat ia temui kemarin sore.
Fanya menatapnya kesal. Entah cowok ini sedang menguji dirinya, atau memang benar-benar tidak mengenali dirinya.
Reyhan memicingkan matanya, saat ia menemukan suatu tulisan; nama ‘Alenta Zefanya’.
“Oh, A-lenta Ze-fa-nya,” eja Reyhan, sontak tangan Fanya menutupi namanya yang baru saja terbaca oleh Reyhan.
“Jadi gak?” seorang cowok menepuk pundak Reyhan.
Tak lama setelah itu, satu lagi cowok juga ikut menyusul.
“Eh, siapa ini. Cakep benar,” tanyanya sambil memperhatikan Fanya.
Tak ingin membuang waktu, Fanya kembali berjalan meninggalkan mereka dengan raut wajah penuh kekesalan.
Reyhan terus memperhatikan Fanya yang sudah berjalan menjauhi mereka, tanpa sadar bibir Reyhan melengkungkan sebuah senyuman penuh arti untuk Fanya.
“Nape lu Han. Suka?” goda Alfi, membuat Reyhan tersadar.
“Kayaknya iya tuh,” tambah Arkan ikut-ikutan menggoda Reyhan.
“Udah Han, sikat terus. Sumpah cakep benar tuh cewek, rasanya pengen langsung masukin list gebetan gue,” ujar Alfi sambil terus membayangkan Fanya, kepalanya ikut terangkat ke atas, dan juga digeleng-gelengkannya.
Reyhan menatap mereka satu persatu. “Udah?”
Mereka terdiam tidak melanjutkan pembahasan mereka, itu tandanya Reyhan tidak ingin mereka membahas masalah Fanya juga masalah statusnya. Yah, Reyhan memang susah dekat dengan perempuan setelah putus dari Ema sejak kelas satu SMA. Lebih tepatnya sedang membatasi diri untuk tidak memilih pacar sembarangan.
“Gue mau ke ruang Kepsek dulu ya,” ucap Reyhan sambil berjalan.