“Setiap manusia itu pasti punya mimpi. Ada beberapa yang didukung dengan sempurna. Dan ada pula yang ditentang dengan kerasnya. Serta ada pula yang hanya bisa memendam dan berjuang dalam diam.”
_________________________________
“Hahaha,” riuh tawa penonton hari ini memenuhi aula salah satu pusat perbelanjaan.
“Sumpah, guyonannya Mas Fadhil yang paling bagus. Gue suka banget. Pokoknya, lain kali lu harus ajakin gue ke sini lagi, Gan,” komentar Mika sesekali menghapus air mata yang keluar dari sudut matanya.
“Gue juga bisa kali, Mik. Gue jamin lu bakal ketawa sampai nangis kejer gara-gara guyonan gue,” sahut Morgan penuh percaya diri.
“Yang pasti, gue ketawa sampai nangis kejer gara-gara lihat lu ngompol di panggung soalnya takut, Gan,” tandas Mika namun tak meruntuhkan tembok percaya diri Morgan.
“Sorry, emang gue si Ferdi? Disuruh ke depan presentasi langsung ngompol,” sahut Morgan.
Mika menoleh pada lelaki yang duduk di sampingnya. “Ulululu…, Kuda Nil Organik lagi marah, nih?” goda Mika sembari mengalungkan tangan kanannya pada leher Morgan.
“Emang ada kuda nil organik?” kesal Morgan.
“Lah, lu itu kan Kuda Nil Organik. Seratus persen terbuat dari limbah pilihan,” ejek Mika.
“Lu tuh, ya!” geram Morgan sembari menarik tubuh Mika ke arahnya. Menipiskan jarak di antara mereka.
1 detik
2 detik
3 detik
Pandangan mereka terkunci. Morgan melingkarkan tangannya pada pinggang Mika. Sembari menundukkan kepalanya. Semakin menghempaskan jarak wajah keduanya.
“Hahahahaha,” riuh tawa penonton di ruangan tersebut membuat keduanya memisahkan diri.
“Itu tuh yang paling belakang, romantis-romantisan mulu. Lah, gue yang di depan? Ngerasa paling ngenes,” ujar sang komika sembari menunjuk ke arah Mika dan Morgan.