Istriku Kang So Mi, adalah sahabatku. Dia tak kalah cantik dengan mantanku terdahulu. Akan tetapi, karena dia dulu tomboy, jadi aku menganggapnya sebagai seorang laki-laki. Padahal dia perempuan. Persahabatan kami, dimulai saat kami memasuki SMP yang sama. Dia suka bermain bola, namun sisi keperempuanannya, masih tersisa.
Dia suka memasak dan bereksperimen dengan, masakanny itu. Dan kalian tahu, setiap masakan yang dia buat harus aku yang mencicipinya. Bagaikan seorang adik, yang lebih mengutamakan kakaknya terlebih dahulu.
Musim semi masih berlanjut. Aku dan istriku berencana, mencari bahan masak bersama-sama. Namun, ada tamu yang nantinya akan datang memilih kedai kopi mewah ini, sebagai ruang rapat yang amat santai.
"Adik kita, membawa pacarnya ke sini. Dia sama sepertimu terdahulu, ingin berkomitmen. Aku jadi teringat kau."ujarnya dengan tatapan yang intents.
Aku tersenyum. Dia benar, aku jadi teringat semuanya. Aku penasaran, selama aku putus, dan menikah dengan cinta yang baru, ke mana Choi Mi Ra? Apakah dia bahagia? Waktu demi waktu berlalu, tanpa disangka seseorang datang bersama dengan puluhan ajudannya, datang menghampiri kedai kopi ekslusif milik kami.
Alangkah terkejutnya, ternyata yang datang adalah ..., ayahnya Choi Mi Ra. Kami berdua kaget setengah mati.
Aku menyapanya, kemudian memberi salam. Dia menatapku dengan penuh senyuman, hanya saja itu menyisakan tanda tanya. Dia tampak tidak tegar. Ayahnya Mira memberikan salam kepada istriku.
"Anda beruntung. Jaga dia, jangan sampai ada wanita lain yang menyakiti dia."
Istriku mengiyakan tanpa ragu. Kemudian dia menaiki anak tangga. Ku perhatikan, tuan Choi tampak pura-pura tersenyum. Apalagi, wajahnya penuh dengan penyesalan. Beliau adalah orang yang baik. Kala itu, dia mau menerimaku sebagai kekasih anaknya.
Tahun 2018: Juni 2018.
Mi Ra mengundangku makan bersama dirumahnya. Kami sarapan pagi sebelum bekerja.
"Betapa bahagianya anakku punya lelaki seperti engkau. Keluar dari zona nyaman."ujar ayahnya.
"Walau pasanganku kaya, aku tak mau menyusahkannya."
Makanan enak, semua tertata dengan rapi. Cara makanku, tidak terlalu kampung. Selama aku kuliah, teman-temanku berasal dari orang kaya. Mereka mengajarkan aku bagaimana table manner. Walau susah, bahkan aku sampai mengeluh mempelajari ini. Lantaran buat apa? Namun, ternyata gunanya ada. Ini malah menaikan drajatku, sebagai dari kalangan menengah bawah yang baru merintis.
"Apa alasan mu membangun bisnis kedai kopi? Bisnis seperti itu sudah banyak."
"Aku mencintai kopi. Aromanya bisa menghilangkan mual, kala bau parfume mobil menyengat. Namun kedai kopiku ini memiliki konsep tersendiri. Aku membuat arena permainan, dan juga kalau seandainya para pelajar ingin nongkrong, mereka bisa menikmato ekspresso, latte dan makanan yang enak. Aku juga buka wadah dinding, bagi mereka yang suka menggambar."
"Hmm. Ide yang bagus"
"Lagian, aku waktu kerja diluar negeri, aku sangat menyukai starbucks"
"Kau punya konsep tersendirikah? Coba aku lihat bagaimana interior yang direncakan?"
Tanpa segan, waktu itu pria yang hampir aku anggap ayah sendiri, memperhatikan karyaku. Dia bahkan tersenyum, dan tidak menyangka dengan ide ini. Dia terkesima, kala ada ruangan yang ku rancang, khusus untuk orang-orang Introvert.
"Oh, kau menyediakan ruang mengopi, dilengkapi dengan fasilitas lain. Tapi bolehkah aku menambahkan ide?"
"Ide?"
"Ia, tambahkan ruang meeting. Pasti jadinya bagus."
"Baik, akan saya usahakan."
Choi Mi Ra memakai pakaian yang benar-benar, menampakan keimutannya. Aku ingat pada saat itu, dia berdandan cantik untuk peresmian cafeku itu.
Aku mengundang orang-orang penting. Diantaranya ada So Mi, Jae Kyung, sepupuku Hwang Yeop dan satu lagi Park Ji Hoon. Sudah lama aku tidak bertemu kawanku itu. Semenjak ia jadi dosen olahraga, dia tak pernah pulang lagi ke Korea. Ku dengar, dia mengejar wanita-wanita cantik, dinegeri kincir angin itu.
Kami pergi dengan menggunakan mobil. Ponselku berdering. Ku lihat, pesan dari ibuku, yang menyuruh kami untuk datang cepat. Orang-orang penting telah hadir.