Seorang lelaki jangkung berjalan mantap mendekati Dewi, lengkap dengan kopiah dan sarung yang senada. Dewi tergagap membereskan beberapa kitab yang sedang ia pelajari setalah tau siapa yang sedang berjalan mendekatinya. Belum selesai menumpuk kitab lelaki itu telah lebih dulu mengucapkan salam.
"Assalamualaikum..."
"Wa'.... alaikumsalam." Dewi terbata menjawabnya.
Lelaki itu duduk di hadapan Dewi, ia pun langsung mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu untuk mengkhitbah Dewi. Dewi semakin tegang tak karuan, perasaannya kian bergejolak. Ia menghela nafas panjang, berusaha memberikan diri untuk sekedar berkata "ya" sedangkan Ali masih menunggu kepastian dengan senyum diwajahnya.
"Woy!!" Tepukan pelan mendarat di pundaknya.
"Ali!!" Terik Dewi spontan kemudian menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.
Ica terpingkal-pingkal karena berhasil mengagetkan Dewi yang akhir-akhir ini lebih sering melamun.
"Ica! Ngagetin aja." maki Dewi kesal, namun Ica malah memandanginya dengan lekat, Ica menaikkan satu alisnya membuat Dewi bergidik geli melihat tingkah konyol Ica.
"Wi, jawab pertanyaanku dengan jujur!" Raut wajah Ica berubah serius.
Dewi mencoba menahan tawa, namun tetap saja gelak tawa pun akhirnya pecah, membuat ia sedikit kesal dengan sikap Dewi yang tak pernah menganggapnya serius. Dewi mengetahui gelagat kekesalan Ica, ia pun kembali diam sambil kembali ke posisi semula.
"Iya iya.... Maaf. Mau tanya apa?" Ica melirik sejenak kemudian berbalik menghadap Dewi
"Apa hubungan kamu dengan kang Ali wi?" Tanya Ica berbisik.
Butiran keringat muncul tak beraturan denyut nadi seakan siap berkoloni menciptakan semu merah yang jelas di pipi.
"Seminggu lagi, kang Ali akan menikah." tambah Ica perlahan namun mampu membuat Dewi tercengang.
Wajahnya semakin memerah kemudian tertunduk, tak menyangka Ali akan menikah secepat ini. Dewi hanya mampu terdiam, tak mampu sedikit pun menanggapi perkataan Ica. Air mata Dewi mulai terbentuk, tinggal menunggu persetujuan untuk mengalir.
"Hahaha..." Ica tiba-tiba tertawa, membuat Dewi mendongakkan kepala, semakin bingung dengan apa yang Ica lakukan.
"Prank..." Ucap Ica bangga mendapati Dewi yang dengan mudahnya tertipu.
"Hahh.." Dewi menghela nafas, merasa lega dengan pernyataan Ica walaupun rasa kesal tak serta merta menghilang.
Ica mendekatkan wajahnya kembali, kemudian mengangguk pelan.
"Apa?" Tanya Dewi sedikit ketus.
"Gak papa, cuma semakin yakin aja kalau kamu punya rasa sama kang Ali."
"Iya kan?!" Sambung Ica.
Tak ada jawaban dari Dewi, ia bersegera menumpuk kitab kemudian berlalu, tak ingin sahabatnya semakin dalam beragrumentasi.
"Dewi... Dewi." ucap Ica geleng-geleng kepala.
Dewi mempercepat langkahnya, mencoba menyembunyikan rona merah di wajahnya. Ia memutuskan untuk pergi ke perpustakaan untuk membaca beberapa buku yang mungkin dapat mengusir kegalauannya.