Congklak Waktu

nuri dhea s
Chapter #6

Monggo Pinarak

Sudah lima hari Anggi di Tawanggundul. Kehidupan pedesaan yang tenang, lambat, dan jauh dari hiruk pikuk ibukota ternyata menyenangkan juga. Seharusnya dua hari lagi Anggi pulang ke Jakarta namun karena adanya anjuran pemerintah untuk tetap di rumah selama 14 hari ke depan, membuat perjalanan kembali ke ibukota menjadi lebih rumit.

Ya, sekarang tanggal 16 Maret 2020, awal mula virus corona berjaya di Indonesia yang pada awalnya diremehkan dan dibuat bermacam-macam anekdot, meme bahwa Indonesia kebal terhadapnya. Well, just like the rest of the whole world, we were hit as well by The Mighty Corona.

Memang kehidupan di Tawanggundul menyenangkan, apalagi tak seperti namanya, Tawanggundul adalah sebuat daerah cantik, indah, asri dikelilingi hijaunya pepohonan dan sebuah danau indah dengan air jernih bagaikan cermin. Namun untuk Anggi yang terbiasa hidup dengan dinamika metropolitan, lama-lama membosankan juga tinggal di tempat dengan pace lambat seperti Tawanggundul.

Benar juga kata bunda, bahwa semua saudara di sini kangen sama Anggi. Dia heran mengapa dirinya yang biasa-biasa saja, bisa dikangeni. Sepertinya tak harus jadi orang hebat dan inspiratif untuk bisa dirindukan orang-orang. Cukup jadi diri sendiri aja.

Ada satu minimarket lokal di Tawanggundul. Beberapa kali Anggi pergi ke sana untuk sekedar membeli cemilan favoritnya. Di depan minimarket tersebut ada sebuah kedai minum beratapkan rumbia yang menjual aneka jus, minuman cokelat dan kopi yang lagi hits misalnya dalgona coffee. Lumayan juga untuk daerah terpencil yang tak tercantum di peta, Tawanggundul mengakomodasi kebutuhan hidup manusia untuk nongkrong dan jajan.

Minimarket Monggo Pinarak lumayan lengkap, setidaknya sebagian besar cemilan favorit Anggi ada di sini. Di sini, Anggi bertemu seorang anak sebayanya yang berkerja part time membereskan dan membersihkan rak-rak minimarket agar tak berdebu. Kadangkala, anak itu menggantikan kasir. Anak itu bertubuh bongsor dan tinggi untuk anak seusianya yang ternyata sama dengan Anggi.

“Bang bang,” Anggi mencolek lengan anak itu.

Anak itu mengernyit dan nyengir.

Lihat selengkapnya