Anggi baru saja meletakkan barang belanjaannya di meja belajar di kamarnya yang ditempati di rumah Budhe Sakinah saat ayah memanggilnya.
“Ada apa ayah?”
“Kamu udah mandi belum? Tadi abis sepedahan kan pas mampr ke Monggo Pinarak?”
“Belum dong. Lha kan baru sampe aku, Yah. SI ayah gimana. Emang aku the flash apa bisa mandi secepat kilat?
“Ya udah mandi dulu gih. Nanti ayah mau ngomong sama kamu.”
Anggi mengangguk lalu kembali ke kamarnya. Ya, selama dia tinggal di Tawanggundul, rumah Budhe lah yang ditempatinya. Sebenarnya bukan sepenuhnya rumah Budhe pribadi. Namun rumah itu adalah rumah peninggalan eyang putri dan dimiliki bersama oleh ayah dan saudara-saudaranya. Kebetulan yang nempati Budhe Sakinah.
Rumahnya ala rumah kampung dengan jendela besar dan pencahayaan alami di mana-mana. Lebih irit listrik sih. Seharusnya rumah di Jakarta juga dibuat seperti ini. Rumah berpanen cahaya. Dapurnya luas untuk mengakomodasi acara-acara arisan trah keluarga besar ayah sewaktu-waktu. Kebiasaan di kampung adalah saat seorang anggota keluarga trah mengadakan acara, semua anggota trah tersebut mengirimkan wakilnya untuk membantu acara masak bersama di dapur luas yang sudah disiapkan.
Segala masakan Solo disiapkan. Untuk satu masakan aja misalnya Sosis solo, ada yang bagian ngedadar kulitnya, ada yang meramu isinya, ada yang bagian membungkus isi sosis solo dengan kulit dadar yang sudah disiapkan tim pendadar. Selain itu banyak jajan pasar lain macam cara bikang, semar mendem, putri mandi, raja mandi, dan pangeran mandi. Eh maksudnya begitu banyak macam dadar pasar disiapkan sendiri secara bergotong royong. Ada pula bakso khas Solo, tongseng, tengkleng, pecel bongko, sayur terancam, sayur aman damai sentosa, eh maksudnya segala macam sayur banyak disiapkan. Tak ketinggalan nasi liwet Solo dengan segala pelengkapnya areh kuning, areh putih, sayur labu siam, opor ayam kampung, sambal. Banyak sekali macamnya.
Perut Anggi langsung keroncongan minta diisi begitu membayangkan bermacam-macam makanan tadi. Dia lupa tadi sepedaan nggak pake sarapan dulu. Maklum di Jakarta biasa juga nggak sarapan.
Setelah sarapan pecel bongko yang dimasak budhe, Anggi pun pergi ke teras depan di mana ayah selalu terima tamu.