Hari ini hectic sekali. Dapur rumah Kanatya Seara ngebul dan aroma kesibukan menguar di udara. Menurut Tya, mama lebay banget. Demi penghuni baru rumah tua di Jalan Sakarepmu, mama masak istimewa. Kabarnya, penghuni baru itu memesan catering untuk sarapan, makan siang, dan makan malam untuk seminggu ke depan, dibayar tunai. Ditransfer sih, cuma dibayar di muka. Bagaimana mama tidak senang kalau begitu?:
Mama sebenarnya bukan pengusaha catering professional. Hanya saja, sekali-kali ada saja tetangga yang pesan makanan ke mama kalau ada acara. Mama terkenal dengan masakannya yang enak di Tawanggundul. Banyak orang yang menyarankan mama untuk buka warung saja. Namun mama menolak karena papa yang melarangnya. Tentu saja itu alasannya. Gengsi papa. Apa lagi? Kata papa, “Aku masih sanggup biayain keluargaku sendiri. Jadi jangan bikin malu dengan jualan-jualan segala. Kayak aku kurang aja ngempanin keluargaku.”
Padahal mama kan suka memasak, juga pintar membordir dan menjahit. Pernah mama open pre order mukena border jahitan mama sendiri pas lebaran tahun lalu. Ternyata laku bagai kacang goreng. Bahkan pembelinya ada yang berasal dari kota Solo yang lumayan agak jauh dari Tawanggundul. Padahal mama tidak pernah mempromosinya dengan serius. Mungkin salah satu pembeli di kampung ini yang mempromosikan dari mulut ke mulut. Memang begitu. Kalau produk kita bagus, pasti tetap laku kok. Promosi dari mulut ke mulut memang selalu lebih efektif dari promosi jenis apapun juga.
Mama bisa menerima pesanan catering setelah membujuk papa bahwa niat mama semata-mata hanya menolong tetangga. Tidak lebih. Kabarnya penghuni baru tersebut duda beranak satu dan cukup sibuk bekerja tak punya waktu untuk memasak.
Mama kemarin sudah bilang ke Tya bahwa dia yang akan bertugas mengantarkan catering tersebut ke pelanggan barunya. Tya setuju saja karena jauh di dalam hatinya dia pun sebenarnya penasaran dengan sosok pemilik baru rumah intimidatif itu.