Belum usai di sana, aku kembali ke akun media sosialnya. Memperhatikan satu per satu unggahannya, tak tanggung-tanggung pula aku men-zoom fotonya berkali-kali.
Ya Tuhan, dia sangat cantik, hatiku spontan berkata demikian.
Tak berhenti pula, aku beralih melihat videonya yang sedang memasak. Aku ingin mendengar suaranya. Tak ada yang aneh, fokusku justru teralihkan pada senyumnya yang seperti gula, oh ... sepertinya aku perlahan berubah menjadi semut, aku suka tarikan bibirnya, rambutnya yang hitam juga mata cokelatnya.
"Tapi ... kenapa dia melakukan program ini? Apa dia tak punya pacar atau suami, mungkin," gumamku berpikir lagi.
Aku terus melihat unggahannya, berusaha mencari, yang mungkin saja dia sudah punya kekasih. Tapi tak ada unggahan yang merujuk ke sana.
Bodoh kau, Benjamin. Kalau dia punya pacar atau suami, untuk apa dia melakukan program itu? Pikirku menghardik diriku sendiri.
"Apa mungkin dia tak punya kekasih? Tapi kenapa dia mau melakukan itu? Dia cantik, pintar masak, aku yakin dia punya bisnis, dia lumayan terkenal di Italia, tidak mungkin tak ada pria yang mendekatinya."
Aku mencoba keluar dari jalur fakta, menerka setiap kemungkinan yang dirasa masuk akal.
Pikiranku mulai kotor. "Apa dia penyuka sesama jenis?" Gumamku pelan.
Saat melihat-lihat unggahannya pun aku kerap melihat dia berfoto dengan wanita yang sepertinya itu sahabatnya, tapi sepertinya dia bukan wanita yang seperti itu. Sialnya, aku mendadak ingin tahu semua tentangnya, ternyata melihat media sosialnya saja tak membuatku puas.
Aku beralih membuka halaman baru dan memasukkan namanya di kolom pencarian. Tombol 'enter' seketika kutekan, lalu muncullah sebuah biografi disertai beberapa foto.
Pikiranku terus menyetir, mataku menyorot seolah menentang layar, juga tangan kananku yang sibuk menggerakkan tikus keras yang sedang menggulir layar. Namun tetap saja aku tak mendapat informasi lainnya.
Foto? Sama saja, akun media sosial lainnya? Juga sama saja. Aku hanya menemukan fakta lain bahwa Mia Catalina, adalah jebolan Italian Chef.
Lalu apa yang kau cari-cari, Benjamin? Pikirku merutuki.