Aku menaruh ponselku menjadi bersandar pada dinding cermin, layar itu berubah, memperlihatkan wajah Eva-sahabatku yang sedang berada di Italia.
"Hai ... Mia, come stai?" (Hai ... Mia, apa kabar?) Ucapnya berbahasa Italia, wajahnya semringah, menyapaku sambil menggoyangkan tangannya.
"Ciao Eva, ... sto bene." (Hai Eva, ... aku baik-baik saja.) Balasku.
"Syukurlah. Kapan kau akan pulang? Aku rindu masak di rumahmu."
Aku terkekeh sambil menopang daguku. "Tenang saja. Aku tidak akan lama di sini."
"Pokoknya kau harus datang di hari pernikahanku."
"Jangan khawatir. Kenapa kau belum tidur? Apa aku mengganggumu?" Tanyaku.
"Tidur apanya? Aku baru bangun, ini sudah jam 7 pagi, Mia."
Aku melongo sejenak, lalu menepuk dahiku sambil terkekeh. "Ah ... Eva, aku lupa kita sedang berjauhan, di sini masih jam 10 malam."
Aku bisa mendengar Eva juga terkekeh di sana. "Dasar kau. Hai Mia ..."
"Cosa?" (Apa?)
"Sebenarnya apa tujuanmu ke sana? Kau tidak memberitahuku."
Aku menelan salivaku dan tersenyum. "Aku akan memberitahumu nanti setelah pulang."
"Baiklah. Mia, aku harus bersiap-siap sekarang—"
"Oh iya, tentu saja kau harus berangkat kerja sekarang kan? Aku tidak tahu di sana jam 7 pagi ... maafkan aku."
"Iya Mia. Possiamo chiamare più tardi." (Kita bisa menelepon lagi nanti.) Balasnya ramah.
"Baiklah. Daahh ..."
(...) panggilan berakhir.
Inilah yang kutakutkan, apa yang akan publik katakan jika mereka tahu tujuanku? Aku sudah mempertimbangkan hal ini. Maka aku tak memberi kabar apa pun di media sosial, entah itu boomerang ataupun unggahan lainnya.
Tak hanya itu, untuk sementara waktu aku telah menutup semua jadwal tayang di tv—iklan-iklan dan acara masak serta endorse.
Maka aku memutuskan, hanya Eva yang akan tahu hal ini, dia adalah sahabatku, dan aku yakin dia tak akan menyebarkannya. Tapi tidak dengan kedua orang tuaku. Mereka sudah lama, bahkan setelah aku membeli rumah sendiri pun tak kunjung menemuiku.
Bukan benci. Aku hanya memahami mereka yang sudah bercerai, salah satu kendala kami tak dapat bertemu adalah jarak. Ditambah mereka telah bahagia bersama keluarganya yang baru.
Beruntung aku sudah dewasa dan pandai mencari penghasilan, sehingga aku tak bergantung lagi pada mereka. Namun latar belakang ini tak membuatku sulit untuk berkomunikasi dengan ibu dan ayah-kami masih berkabar.