"Hey, Benjamin."
Aku melirik ke depan. Dia adalah Kellan, kakakku yang kedua itu baru saja memasuki ruang gym.
Tangan kiriku yang sedang mengangkat sebuah barbel berbobot 9 kg itu tak lagi bergerak, aku menaruhnya kembali ke tempatnya.
Gerah. Tubuhku yang hanya menggunakan celana pendek dan kaos dalam itu penuh dengan keringat, rambutku basah menguarkan aroma keringat yang sedikit kecut mengalahkan parfumku sendiri.
Kellan terdiam di dekat salah satu alat, jelaslah dia sedang memperhatikanku yang tak menjawab sepatah kata pun.
"Datanglah malam ini ke rumahku," katanya. "Istriku telah melahirkan, apa kau tidak mau melihat keponakanmu?"
Mendengar kata 'melahirkan' membuatku teringat pada Mia. Karena wanita yang sedang mengandung anakku itu juga sebentar lagi akan segera melahirkan.
"Benarkah? Laki-laki atau perempuan?"
"Perempuan," balas Kellan.
Karena aku juga ingin melihat bayinya Kellan, aku menyanggupinya. "Jam berapa?" Tanyaku, lantas menoleh. Kellan yang usianya lebih tua tiga tahun dariku itu menjulurkan sebuah minuman dingin.
"Jam delapan malam, jika ada kekasih kau boleh mengajaknya," katanya lagi. Ucapannya biasa saja tapi sangat menggelikan bagiku.
Kami terkekeh. "Kenapa?" Tanyanya.
"Aku tidak punya kekasih," balasku jujur.
"Dan aku tidak percaya."