Connesso

Cano
Chapter #14

Chapter 14 - MARCELLO'S POV

"Apa ini?"

Sorot mataku ribut, jariku terus menggulir layar tanpa henti. Kabar-kabar apa ini? Tiba-tiba sekali banyak orang menandaiku di kolom komentar unggahan media gosip Verona. Banyak orang baru berdatangan dan mengikuti akunku.

"Mia melahirkan?"

"Kapan dia hamil?"

Aku bahkan tidak tahu apa pun setelah hubungan kami putus.

"Omong kosong apa ini?"

Aku menelan ludah saat melihat foto Mia yang dijepret oleh paparazi dengan keadaan perutnya yang membesar. Entah dari mana mereka dapat foto itu, tapi tampaknya aku mengenali latar belakangnya.

"Ini di depan rumahnya Mia. Jadi dia benar-benar hamil?"

Pandanganku beralih melihat perut Mia yang besar. Gumamanku tak berhenti di sana, aku melihat fakta-fakta unggahan gosip lainnya, kabarnya sama, dan aku membaca sedikit komentar tak berbobot itu-Mia dihujat dan namaku juga ikut terseret.

Mereka berasumsi bahwa aku adalah ayah dari anaknya Mia, karena aku adalah mantan terakhir yang publik ketahui. Gosip ini benar-benar membuatku penasaran.

Aku juga bukan orang bodoh. Aku masih ingat hubungan kami berakhir sudah sekitar sepuluh bulan yang lalu. Lalu Mia muncul dengan kabar ini.

Hamil? Bukanya hamil memang sembilan bulan? Itu berarti ...

"Sebentar ... mungkinkah Mia hamil beberapa minggu setelah hubungan kami berakhir. Atau Mia sempat selingkuh?"

Aku tidak suka berpikir terlalu lama. Tubuh yang nyaris beristirahat ini kembali bangkit. Buru-buru aku memakai jaket dan celanaku, lalu bergegas pergi ke rumah Mia, guna meluruskan permasalahan ini. Karena aku pun tak ingin citraku sebagai aktor menjadi jelek.

Sesampainya di sana, aku memakai penutup wajah berwarna hitam, sengaja agar wajahku tidak terlihat oleh media dan paparazi sialan itu.

Tidak mungkin pula aku berdiam diri di depan gerbang, menekan bel lalu menunggu Mia membukakannya. Itu sangat berisiko tertangkap kamera. Maka aku memilih langkah dengan cara meneleponnya secara langsung, dan jika panggilanku tidak dijawab aku akan melakukan cara yang kedua-menunggu di depan gerbang seperti gelandangan.

"Ayo angkat, Mia!" Gumamku terus memperhatikan layar ponsel yang masih berdering.

Mataku seketika melebar saat panggilan itu menunjukkan perubahan detik yang terus berjalan.

"Halo, Mia."

"Ya?"

"..."

Sial, dia tidak berubah. Sejak hubungan kami berakhir Mia selalu tak ramah jika kuhubungi.

"Kurasa kau sudah tahu gosipnya, kan?" Tanyaku.

"Jangan bertele-tele, Marcello. Apa tujuanmu? Aku sangat sibuk," balasnya dari dalam telepon.

"Sibuk mengurus bayi, maksudmu? Buka gerbangnya, Mia. Aku sudah di depan."

Lihat selengkapnya