“Halo”
“Kau pulang hari ini?”
“Yaa, kenapa?”
“Aku ingin melihat tugasmu”
“Hei kerjakan sendiri!”
“Kalau kau sudah selesai untuk apa aku bersusah payah mengerjakan”
“Akan ku adukan pada Paman dan Bibi Jung”
“Kau membelikan ku oleh-oleh?”
“Huh.. Ya, El yang membeli”
“Kenapa bukan kau? El tidak mengerti”
“Ia sudah kuberitahu, lagipula ia pergi bersama paman Choi”
“Kenapa paman Choi disana?”
“Paman mempunyai urusan dengan ayahku”
“Lalu kau menyuruhnya membeli oleh-oleh, lancang sekali”
“Aku tidak mungkin membiarkan El pergi seorang diri, aku harus membantu ayah dan ibu mengemasi barang”
“Lalu paman belum sempat bertemu ayahmu?”
“hanya sebentar. Cerewet sekali kau ini, tunggu saja dirumahmu!”
Semburat ingatan dalam sebuah percakapan terputar kembali, sebuah percakapan sederhana nan singkat menjadi akhir yang tak terduga. Hal di nanti yang menjadi pokok pembicaraan tak kunjung sampai. Tidak ada sosok yang datang mengantarkan pesanannya, melainkan sebuah kabar menyedihkan yang hadir kala itu. Kabar yang membuat dirinya bahkan keluarganya bagaikan disambar petir di musim panas.
Baginya, percakapan terakhir itu bagaikan tombak tajam yang menjadi alat utama untuk menangkap sesuatu yang bersembunyi dibalik kisah menyedihkan tersebut. Karena bagaimanapun, ada satu sosok yang harus ia lindungi sampai kapanpun. Tidak ada yang mengetahui hal itu selain dirinya sendiri sampai saat ini.
Tidak ada hari tanpa memikirkan hal yang sebenarnya tidak menyangkut dirinya sendiri. Berbagai hal yang harus diselesaikan di tempatnya bekerja saja sudah membuat pikirannya bercabang, tetapi ia tetap menyimpan rapih dan rapat sesuatu hal disudut pikirannya.
“Hei anak-anak nakal, berani sekali kalian!”
Terdengar suara teriakan yang cukup kencang di siang hari, Sepertinya teriakan seorang wanita yang berasal dari luar.
Sebuah toko yang sedang sibuk karena kedatangan beberapa pelanggan untuk makan siang, seketika sunyi dari aktifitas. Mereka semua yang berada didalamnya, menoleh ke asal suara yang sangat kontras itu.
“eonnie?”
“Ah, El!”
“Ada apa eonnie?”
“Anak-anak itu menyiramku dengan senjata mainan mereka! Apa mereka tidak melihatku!”
“Mungkin mereka tidak sengaja eonnie”
“Baju ku basah, dan.. huh bau apa ini”
“Hmm.. ku rasa mereka menggunakan cuka sebagai senjata nya”
Wanita itu terlihat kesal sebab pakaiannya menjadi sasaran anak-anak dan juga memunculkan aroma tidak sedap.
“Ayo masuk, ganti dengan baju ku saja”
Dua wanita yang terlihat seperti saudara berjalan memasuki toko. Beberapa pelanggan sudah sibuk dengan aktifitasnya, tetapi ada pula yang memusatkan perhatian kepada mereka.
“Jaekyung?”
“Hmm”
“Kenapa kau kemari?”
Jihyun yang baru muncul terkejut dengan keberadaan Jaekyung, terlebih kondisinya yang tidak ia mengerti.
“Kau tidak menjawab teleponku, jadi aku kemari!”
“Oh, ponsel ku mati”
“Kenapa kau matikan? Seperti pengangguran saja kau ini!”
“Ini hari libur”
“Sejak kapan pekerjaan mu memandang hari libur atau tidak?”
Elle yang sedari tadi berada diantara mereka berdua hanya dapat memutar mata nya ke kanan dan kiri.
“Sudah, sudah. eonnie ayo ke kamar ku dulu”
“Ada apa dengan baju mu?”
“Sudah, gantikan aku dulu menjaga kasir. Aku akan membantu Jaekyung eonnie” El menyela perkataan Jihyun.
“Aku malas” Jihyun ingin melangkahkan kaki nya kembali menuju lantai dua, dimana kamarnya berada.
“Oke, aku akan memanggil bibi...”
“Dasar tukang mengadu”
Dengan berat hati Jihyun berbalik menuju meja kasir menggantikan tugas El untuk sementara waktu. Jika hari libur El akan membantu sang Bibi di toko mereka yang terletak di lantai satu rumah mereka walaupun karyawan mereka terbilang cukup, tetapi El tetap keras kepala.
Tidak membutuhkan waktu lama, El kembali dengan Jaekyung yang sudah memakai pakaiannya. Ukuran tubuh mereka terbilang hampir serupa, hanya Jaekyung sedikit lebih tinggi dari El.
“Oh Jaekyung!”
“Halo Bibi Jung” Jaekyung membungkukkan tubuhnya.
“Sudah lama sekali kamu tidak berkunjung”
Bibi Jung memeluk Jaekyung yang sudah lama sekali tidak saling bertemu. Sejak bertugas ditempat yang sama dengan Jihyun, Jaekyung memang baru dua kali berkunjung kerumah Jihyun. Karena mereka berdua mempunyai tugas yang hampir setiap hari selalu ada dan jarang sekali mempunyai waktu libur, itu membuat Jaekyung tidak sempat berkunjung.
Jaekyung sudah mengenal keluarga Jung sejak pertama kali mereka bertemu di sekolah menengah pertama, begitu pula dengan Jihyun. Walau begitu, tidak ada apapun yang melebihkan diantara mereka berdua. Sejauh ini hanya persahabatan yang terlihat, entah akan terus seperti itu atau berubah menjadi sesuatu yang lebih baik?.
“Dia terlalu sibuk. Bahkan berkunjung ke kediaman orang tuanya saja tidak pernah”
“Jangan sok tahu!”