CORONA DITANGAN MANUSIA

Rizal Azmi
Chapter #6

BAB 6 MEDIA SOSIAL BAGIAN II

Malam begitu indah. Rembulan bersinar anggun dengan auranya yang tanpa ditemani gemintang seperti biasanya, seolah memantulkan lukisan abstrak sarat makna pada kanvas hitam yang tak bertiang dan tak tahu di mana ujungnya.

Malam itu keluarga Bapak Rizwan terlihat sangat sibuk. Super sibuk.

Varrel dan Arsil kompak mencari jejak maya di youtube untuk menemukan beberapa video yang kini menjadi perbincangan hangat di berbagai media daring dan cetak.

Varrel terlihat sangat serius di depan layar laptop. Sesekali, ditekan tombol pada video yang ditemukan sebelum kembali menutupnya. “Ah, bukan ini,” gumamnya. Dia berusaha fokus pada beberapa video pilihan yang muncul di beranda pencarian. Dibuka satu persatu sebelum lagi-lagi menutupnya karena bukan itu yang dimaksud.

Mata Varrel akhirnya tertuju pada sebuah video yang berada paling bawah di beranda pencarian. Video terkait pasar hewan di salah satu pasar tradisional di negara tirai bambu. Dalam hitungan detik, Varrel menekan tombol, langsung berkonsentrasi menontonnya.

Varrel terdiam membisu saat melihat tayangan yang ada pada video yang berdurasi lima belas menit tersebut. Dia tak kuat menyaksikan apa yang terpampang di layar laptop. Membuat perutnya mual seketika.

Sedangkan Arsil, malah keluar dari niat awal. Dia malah membuka situs kesehatan yang ada di rumah sakit beberapa negara maju. Dia terfokus terhadap pelayanan kesehatan dan kecepatan tim medis dalam menanggulangi penyakit di sana.

Varrel semakin dibuat terkejut oleh tayangan yang ada pada sebuah video yang dilihatnya. Video yang lebih parah dari sebelumnya. Hanya manusia yang kuat mental saja yang sanggup menontonnya. “Waduh, ngeri! Coba lihat ini, Kak. Ini benar-benar gila,” ucap Varrel sambil menarik-narik baju Arsil yang duduk di sebelahnya agar menoleh.

Perut Varrel mulai terasa mual saat melihat tayangan tersebut pada menit kesepuluh. Sudah berapa banyak dia menonton video ekstrem atau video tentang makanan primitif di seluruh dunia, tetapi untuk kali ini dia menyerah. Dia tak sanggup melihatnya lagi. Semakin lama, perutnya semakin tak karuan. Begitu juga dengan Arsil yang ikut melihatnya.

Kini mereka berdua tersandar di kursi yang diduduki. Arsil yang tadinya menonton beberapa situs resmi mengenai sebuah rumah sakit di Singapura, kini tak bisa membayangkan bagaimana hal yang ada pada video di hadapannya terjadi. Membuatnya bingung dan sempat berpikir aneh-aneh.

“Kenapa pihak pemerintah membiarkan hal ini terjadi, ya, Kak?” tanya Varrel lirih sambil menarik tangan Arsil untuk duduk lebih mendekat lagi. “Bukannya itu ular berbisa? Lagian, kalajengking, kan, mengandung kadar racun yang tinggi,” lanjutnya lagi.

“Maksudnya?” Arsil tak mengerti dengan arah pertanyaan adiknya.

“Aku kira, mereka juga berpikir sama terkait makanan, mana yang layak dimakan, mana yang tidak. Ternyata sebaliknya. Bukankah di sana itu negara maju dan banyak orang jenius? Lalu, kok, bisa seperti ini?” tanya Varrel semakin bingung.

“Jangan biasakan ngomong seenaknya. Apa yang terlintas kepalamu langsung dikeluarkan saja. Kamu, kan, hanya melihat tayangan dari video yang sedang trending ini. Sebuah tayangan yang viral. Namun, kan, belum menyaksikannya dengan mata kepala sendiri. Apa yang kamu lihat dari balik layar, belum tentu sama dengan kenyataan yang ada di lapangan. Jika pun ada kemiripan, itu sudah melalui proses rekayasa. Jadi, biasakan kalau ngomong itu dijaga. Lebih baik berhati-hati. Sebab, ucapan bisa jadi bumerang bagi diri sendiri dan atas hidupmu. Kamu kini sudah besar, bukan anak kecil yang bisa dimaklumi setiap ucapannya,” nasihat Varrel.

Lihat selengkapnya