Jangan sekali-kali pernah mencoba-coba melakukan sesuatu yang aneh. Sebab, di zaman sekarang segala sesuatu bisa menyebar dengan cepat. Jika pada zaman dahulu suatu berita hanya bisa diketahui oleh orang sekampung, sekarang berbeda. Satu negara, bahkan sampai ke belahan dunia lain bisa mengetahui. Hal tersebut bisa tersebar dalam waktu singkat di semua media. Ditonton jutaan mata, dikomentari puluhan juta orang dengan nada lembut hingga pedas dan sarkastis yang tidak tertanggung.
Akar permasalahannya dari mana belum tentu diketahui publik. Yang penting, mereka ikut heboh, meramaikan jagad maya dan meninggalkan jejak di kolom komentar sebelum viral. Persis seperti arisan daring. Bedanya ini adalah gosip daring yang radius kekuatannya tidak berujung.
Itulah tingkah laku manusia zaman sekarang. Sangat aneh, tetapi nyata. Sedikit-sedikit semua hal disebarkan melalui media sosial, diviralkan. Bahkan, dijadikan sebagai konten untuk meraih pundi-pundi keuntungan lewat youtube. Padahal, hal seperti itu sama saja dengan kita telah memakan bangkai saudara sendiri.
Jika diberi nasihat dan saran, langsung dibilang iri, sok agamis, dan sok bijak. Namun, mau bagaimana lagi? Memang itulah rata-rata mental orang zaman sekarang.
Pernahkan terlintas di benak kalian bagaimana perasaan orang tua, saudara, kerabat, dan lingkungannya terhadap hal itu? Mereka juga manusia, sama seperti kita. Pasti akan merasakan kecewa, sedih, kesal, marah, dan benci ketika aib orang yang disayangi yang seharusnya ditutupi, malah disebarluaskan.
Memang kebenaran terkadang datangnya terlambat. Ketika semua sudah berakhir dengan pilu, barulah terungkap. Terbuka semua isi yang sesungguhnya. Hal ini tidak hanya satu, dua kali saja terjadi. Namun, sudah sering.
Ibu indekos yang mengusir dr. Kenzi kemarin merasakan akibat dari ulahnya sendiri. Dia harus merelakan seluruh perbuatan dan keadaan keluarganya terekspos bebas di media sosial. Meskipun tak semua keluarganya ikut bersalah, tetapi apa boleh buat? Hukum di media sosial lebih sadis daripada ketukan palu hakim di persidangan. Bahkan, vonis media sosial seringkali jauh terasa lebih menakutkan daripada vonis hakim. Sebab, rekam jejak di media sosial itu kuat, tak bisa dilenyapkan. Berbeda dengan palu hakim yang terkadang keputusannya bisa diubah dengan uang suap. Kita semua pasti tahu mengenai hal itu.
Ibu indekos dan seluruh keluarganya benar-benar menyesal atas perbuatan mereka pada dr. Kenzi. Mereka tahu jika suatu nanti ada kemungkinan perlakuan tersebut akan dibalas oleh para perawat dan dokter ketika harus berobat ke rumah sakit hingga mengalami penolakan juga. Sebab, dr. Kenzi dan perawat yang diusir sehari sebelumnya adalah salah satu dari sekian banyak tim medis yang merelakan jiwa raga untuk menjadi barisan terdepan dalam memerangi corona.
“Saya masih tak menyangka kalau hal yang dikhawatirkan akhirnya jadi kenyataan. Firasat Dokter kemarin soal diusir, benar terjadi.” dr. Arsil masih saja mengoceh tidak jelas. Tidak terima rekan seprofesinya diperlakukan seperti itu.
“Ya, mereka seperti orang yang tidak akan membutuhkan pertolongan tim medis saja. Nanti kalau sakit, awas sampai meminta pertolongan tim medis,” sambung perawat yang kemarin diusir.
Kenzi sendiri hanya sanggup tertunduk. Menahan rasa malu yang luar biasa atas kejadian tersebut. Tak tanggung-tanggung, beritanya menjadi judul utama. Di twitter trending, apalagi di youtube. Para penggiat konten creator berlomba-lomba mengambil kesempatan untuk menjadikan hal ini sebagai bahan kreasi konten. Bahkan, ada yang membuat parodinya di tik-tok. Benar-benar memalukan! Seakan-akan dilempar dengan sampah sedunia.
***
Kasus pengusiran beberapa tenaga medis yang merajalela akhir-akhir ini sampai juga ke telinga gubernur. Beliau sangat menyayangkan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Apalagi, yang diusir adalah seorang pahlawan kemanusiaan.
Tanpa menunggu waktu lama, diperintahkan seluruh bupati dan walikota bawahannya untuk menyediakan tempat tersendiri kepada tim medis sebagai bentuk apresiasi. Yakni, guna memotivasi perjuangan mereka selama ini dalam merelakan semuanya demi orang lain meski kadang tak dihargai dan dipandang.
dr. Kenzi mendapatkan tawaran untuk tinggal di kompleks perumahan dinas TNI oleh pihak TNI. Tak hanya pihak TNI saja yang bersedia, pihak rumah sakit pun langsung bertindak. Mereka menyediakan sebuah ruangan kosong di rumah sakit yang bisa digunakan untuk tempat tinggal sementara bagi tenaga medis.
Sedangkan pemda, menyewa salah satu hotel untuk dijadikan sebagai tempat tinggal sementara para tim medis. Mereka memberikan fasilitas lengkap dan senyaman mungkin. Mengingat, setiap harinya kasus yang terpapar corona semakin meningkat tajam. Membuat mereka harus bekerja lebih ekstra dan berpikir keras demi keselamatan orang banyak.
“Dokter jadi mau tinggal di mana? Kalau tetap mau di sini bersama saya, juga boleh. Senyamannya Dokter saja bagaimana, ya,” ujar dr. Arsil saat dia dan dr. Kenzi makan malam bersama untuk kesekian kali di rumahnya.
“Sepertinya di perumahan TNI saja, Dok. Sebab, di sana suasananya tenang, bisa lebih leluasa beristirahat. Kalau tinggal di rumah sakit, agak seram juga. Walaupun setiap saat banyak orang berlalu lalang, tetapi kalau malam cenderung sepi. Ngeri juga, apalagi setiap saat ada saja korban corona yang meninggal,” jawab dr. Kenzi jujur.
“Yakin mau di sana saja? Tidak mau di sini saja, menetap bersama saya?”
“Ya, Dok. Khawatir merepotkan Dokter kalau di sini terus. Yang penting, jangan sampai saya kena usir lagi. Mungkin bagi orang lain nggak masalah. Namun, saya orangnya nggak bisa menanggung malu, sekecil apa pun itu. Apalagi, sampai viral di mana-mana kayak kejadian kemarin. Jika viral mengenai prestasi, sih, nggak apa-apa. Mungkin keren juga. Namun, ini sebaliknya. Viral karena diusir. Kayak orang nggak ada harganya lagi,” sambung dr. Kenzi.