Suara lantunan ayat suci terdengar dari masjid rumah sakit di samping IGD. Tanda sebentar lagi waktu salat Zuhur akan tiba.
Beberapa keluarga pasien yang antre di loket BPJS memilih untuk pulang. Mereka sangat kecewa. Pihak petugas sendiri tak bisa membantu banyak karena sistem dari pusatlah yang bermasalah.
dr. Arsil baru selesai melakukan sidak kontrol pasien di Ruangan Anggrek sebelum berjalan kembali ke ruangan IGD untuk mengisi laporan.
Sesampainya di ruangan administrasi IGD, tiba-tiba kepala dr. Arsil terasa pusing. Dadanya kembali terasa sesak. Beberapa kali terdengar dia terbatuk-batuk hebat.
“Kenapa lagi ini?” gumam dr. Arsil.
“Dokter sedang sakit?” tanya seorang perawat yang sedang bertugas jaga di IGD. Perawat itu gadis yang sama dengan yang suka menggoda dr. Kenzi.
“Ya, Sus. Tiba-tiba seperti ini,” sahut dr. Arsil sambil berlari menuju wastafel terdekat.
“Coba dicek, ambil sampel darah dulu, Dok. Takutnya terjadi apa-apa,” saran perawat itu lagi.
dr. Arsil tidak menjawab. Tubuhnya langsung ambruk ke lantai karena dada terasa semakin sulit bernapas.
Perawat itu pun terkejut luar biasa. Berusaha dibantu dr. Arsil untuk duduk di kursi sembari memberikannya pertolongan pertama.
Langsung dihubungi dr. Farhan, memberitahukannya atas kejadian itu.
“Assalaamu’alaikum, Dok,” ucap perawat itu tergesa ketika panggilannya terhubung.
“Wa’alaikumussalaam. Ya, ada yang bisa dibantu?” jawab dr. Farhan tanpa melirik nomor yang tertera di layar ponsel. Dia memang tidak biasa menyimpan banyak nomor yang tak terlalu dikenalnya baik.
“Begini, Dok. Dokter Arsil tiba-tiba merasa sesak napas. Kondisinya sekarang sangat lemah,” jelas perawat itu.
“Innalillahi wa innailaihi rajiun,” sahut dr. Farhan. Seketika itu juga dia merasa sangat cemas. “Begini saja, bawa Beliau ke Ruangan Cempaka kamar VVIP. Beri pertolongan pertama dulu, setelah itu langsung lakukan rapid test. Takutnya terjadi sesuatu yang tak diinginkan.”
“Siap, Dok. Akan segera dilaksanakan.”
***
Perawat itu langsung menghubungi pihak pengelola Ruangan Cempaka, meminta satu kamar untuk dipersiapkan. Sedangkan keadaan dr. Arsil sendiri tetap seperti semula. Dia terus terbatuk-batuk di tempatnya berada. Sesak dada dan kepala pusing semakin menggelayuti tubuh.
Seorang perawat lain memintanya untuk naik ke atas brankar agar lebih memudahkan dalam pemberian pertolongan.
“Silahkan pindah ke sini, Dok,” pinta perawat laki-laki berbadan tegap.
“Saya tidak kuat membawa badan sendiri,” sahut dr. Arsil lemah.
“Akan saya bantu,” ujar perawat lelaki tersebut sambil memapahnya.