When I am down and, oh, my soul, so weary
When troubles come and my heart burdened be
Then, I am still and wait here in the silence
Until you come and sit awhile with me
You raise me up, so I can stand on mountains
You raise me up, to walk on stormy seas
I am strong when I am on your shoulders
You raise me up to more than I can be
Ponsel dr. Farhan Abigael berdering dalam saku celana. Melantunkan lagu “You Raise Me Up” yang dipopulerkan oleh Josh Groban. Namun, beberapa kali dihubungi, sang pemilik ponsel tak jua kunjung mengangkat. Akhirnya, sopir ambulan yang membawa jenazah dr. Arsil memutuskan untuk mengirim pesan.
Assalaamu’alaikum, Dok. Mohon maaf mengganggu. Tolong diangkat telepon dari saya. Ini lagi darurat keadaannya. Jenazah dr. Arsil belum juga dimakamkan sampai detik ini. Warga setempat menolak untuk dikebumikan di sini.
Namun, setelah beberapa menit berlalu dan puluhan panggilan dilakukan, tetap tak ada jawaban.
Sopir ambulan berinisiatif menelepon pihak UGD untuk memberitahukan kondisi terkini. Dalam sekali dering, panggilannya langsung diangkat oleh petugas.
“Assalaamu’alaikum. Ini sopir ambulan yang membawa jenazah dr. Arsil.”
“Wa’alaikumussalaam. Ada masalah apa, Pak?”
“Sampai saat ini jenazah dr. Arsil belum juga dikebumikan karena warga setempat menolak dimakamkan di sini. Padahal, ini sudah larut malam. Apa yang harus saya lakukan? Apa jenazahnya kembali dibawa ke rumah sakit saja?” tanya sopir ambulan itu. Sebagai bawahan, dia sama sekali tak punya hak untuk mengambil keputusan.
Petugas UGD akhirnya menghubungkan telepon itu dengan dr. Farhan karena tak punya kuasa juga untuk menentukan sesuatu. Kuasa tertinggi ada pada dokter senior.
“Innalillahi wa innailaihi rajiun.” dr. Farhan sangat terkejut mendengar berita itu. “Terus, keadaan pihak keluarga almarhum Dokter Arsil bagaimana?”
“Keluarganya sudah melakukan mediasi dengan pejabat setempat dan para warga, tetapi tetap ditolak. Sampai-sampai tempat menuju pemakaman diberi portal dengan bambu dan dijaga oleh beberapa warga dengan senjata tajam,” jelas sopir ambulan dari seberang telepon.
“Astagfirullah. Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim,” ucap dr. Farhan lirih. “Ya sudah, ditutup saja dulu teleponnya, Pak. Saya akan mencoba menghubungi ketua satgas covid-19 untuk meminta bantuan mengenai permasalahan ini. Semoga dalam tempo tiga puluh menit sudah mendapatkan solusinya. Sebab, bagaimanapun juga jenazah harus segera disemayamkan. Bahaya kalau sampai berlarut-larut.”
“Baik, Dok.”
***
Setelah sambungan telepon terputus, dr. Farhan langsung menghubungi ketua satgas covid-19 kota Sampit. Diceritakannya semua kendala yang dialami pihak keluarga dr. Arsil Zaid ketika mau menguburkan jenazah almarhum.
Mendengar penjelasan tersebut, pihak satgas covid-19 langsung bertindak cepat.
Ketua satgas memerintahkan jajarannya untuk menghubungi pihak pengelola pemakaman umum milik pemda untuk segera membuat liang lahat malam itu juga. Karena, proses pemakaman tidak mungkin ditunda lebih lama lagi. Sangat berbahaya jika sampai itu terjadi.
Sementara itu, kabar penolakan jenazah dr. Arsil sudah tersebar di mana-mana. Para wartawan, LSM, dan pemburu berita sudah berdatangan ke rumah duka demi memastikan bahwa informasi yang didapatkan bukan hoax semata. Bahkan, video Ibu Tria yang bersimpuh di pemakaman tak lupa ikut jadi sorotan.