CORONA DITANGAN MANUSIA

Rizal Azmi
Chapter #34

BAB 34 KIRIMAN BUNGA

Kemajuan sebuah teknologi menghantar segala sesuatu menjadi semakin cepat terdeteksi di mana pun dan kapan pun. Menyebar dan tersebar di mana-mana tanpa bisa dikendalikan. Entah apa maksud dan tujuan penyebarannya. Yang jelas, terkadang itu menjadi sesuatu yang sangat memalukan jika tidak diletakkan pada tempatnya.

Kelakuan warga Anggur atas insiden penolakan pemakaman jenazah tim kesehatan satu hari lalu menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Sindiran dan kritikan keras bermunculan di berbagai media sosial. Di twitter menjadi trending nomor wahid. Begitu juga dengan youtube dalam video berdurasi 55 detik.

Seorang ibu-ibu memohon-mohon agar jenazah anaknya dapat diterima, tetapi langsung ditolak mentah-mentah oleh warga yang terprovokasi. Hal itu pun tak luput dari sorotan media, menjadi trending utama.

Berbagai hujatan dan nyinyiran netizen pun berdatangan. Salah satunya berupa usulan agar jika warga Anggur berobat ke rumah sakit ditolak saja. Usualan tersebut mendapatkan dukungan yang tak sedikit dari seluruh masyarakat Indonesia. Warga Anggur dipermalukan luar biasa hanya akibat sekelompok orang tak bertanggung jawab.

Karangan bunga berdatangan dari berbagai pihak, mulai dari kalangan instansi pemerintah, organisasi kepemudaan, sampai atas nama individu masing-masing. Semua diletakkan di Pemakaman Umum Al-Ikhlas. Berjejer rapi dari depan tembok pembatas hingga ke dalam area pemakaman. Warga Desa Anggur benar-benar dibuat malu.

Para wartawan berdatangan ke sekitar lokasi pemakaman untuk mengabadikan dan berusaha meminta keterangan kepada warga terkait hal seperti itu.

“Permisi, Bu. Boleh minta waktunya sebentar?” tanya seorang reporter televisi.

“Boleh-boleh saja,” ucap seorang wanita paruh baya dengan sopan.

“Kami ingin meminta beberapa keterangan dari Ibu terkait kejadian ini. Silakan dijawab sepengetahuan atau sebisa Ibu,” jelas reporter itu lagi.

Enggih, Nak.”

“Bagaimana tanggapan Ibu melihat kejadian ini?”

“Takut, Mbak. Sangat takut.”

“Takut? Apa yang Ibu takutkan?” Reporter yang berusia sekitar dua puluh dua itu terus mencecar dengan pertanyaan.

“Takut jika kelak ada warga sini yang butuh berobat, akan ditolak oleh pihak rumah sakit karena kejadian kemarin. Ini menandakan perlawanan mereka secara halus atas perkara kemarin,” jelas ibu itu sembari menunduk.

“Terus, kenapa sampai bisa terjadi ada penolakan jenazah tim medis yang ingin dimakamkan di sini? Apakah ada suatu riwayat buruk sebelumnya, semacam traumatis?”

“Untuk hal ini saya tidak berhak menjawabnya, Mbak. Saya takut dipersalahkan oleh warga lain. Lagi pula, kasus ini juga sudah ditangani oleh pihak kepolisian. Mohon maaf, ya,” tolak ibu paruh baya itu halus.

“Ya, tidak apa-apa, Bu. Saya bisa mengerti.”

Warga Anggur benar-benar dibuat cemas. Sebab, karangan bunga yang datang semakin banyak. Pemberitaan di media sosial semakin tak terbendung jumlahnya. Menyebar di mana-mana, menjadi bumerang bagi diri mereka sendiri.

Serangan netizen di berbagai media sosial sama sekali tak memberikan ruang sedikit pun untuk melakukan pembelaan bagi warga Anggur. Semuanya dipukul rata, sama-sama salah. Padahal, yang terjadi di lapangan tidak seperti itu. Namun, bagaimana lagi? Netizen selalu benar.       

Lihat selengkapnya