Hari Sabtu pagi.
Waktu sudah menunjukkan jam 7 pagi, saat Dimas keluar dari rumahnya. Begitu keluar, ia dibuat terkaget-kaget dengan sejumlah mobil yang telah datang ke RW 23 ini. Ada begitu banyak orang yang sibuk berfoto-foto, menganggumi banyaknya ikan lele di desa ini, serta pemandangannya yang asri, jauh dari kota. Serta menikmati udara pedesaan yang masih sangat segar.
Anak-anak berlari di rerumputan dan sebagian lagi, asyik bermain ayunan di tengah hamparan bunga-bunga yang indah.
Tidak hanya Dimas yang dibuat terkaget-kaget dengan hal ini, para warga sekitar pun juga keheranan. Makanan yang mereka jual, souvenir yang mereka buat pun dibeli oleh para ‘turis’ ini.
Dimas melihat seseorang yang melakukan insta story, “Halo guys, gua sekarang lagi ada di desa Lele. Tempatnya keren banget, kalian harus banget datang ke sini. Oh ya, gua tahu tempat ini, gara-gara dapat rekomendasi dari sahabat gua, Kezia. Thank you banget, Kez. Gua suka tempat ini.”
Tiba-tiba, pandangan Dimas teralihkan ke sebuah motor yang melaju dengan sangat deras, memecahkan lamunan Dimas. Mas Yada datang menemui Dimas. “Mas Dimas, ini ada apa ya? Kok yang datang ke sini banyak amat. Di depan pintu gerbang, juga masih banyak tuh yang ngatri ke sini.”
Dimas menoleh heran.
“Mereka ngomongnya, mau ke Desa Lele. Tapi malah ke RW 23.”
Dimas tersenyum, “Karena RW 23 itu, Desa Lele.”
Semua warga desa, berusaha sebaik mungkin melayani para turis. Ada yang bantu menjelaskan, bantu memotretkan hingga anak-anak di desa ini pun, mengajarkan cara bagaimana bermain untuk menangkap ikan lele yang seru. Membuat suasana di desa ini semakin hidup dan ceria.
Banyak pendatang ini, bertanya dan mengajak ngobrol para warga desa.
“Kezia sering banget ya datang ke sini?”
“Kami tahu info ini dari instagram Kezia.”