Virus Corona yang diduga berasal dari China, kini mulai menyebar ke Indonesia. Masyarakat mulai mengenakan masker, berusaha menghindar untuk acara kumpul-kumpul dan yang paling parah, jumlah orang yang mau traveling baik lokal maupun internasional, mulai menurun secara drastis. Hal ini tentu mempengaruhi omset start up Traveling Yuk.
“Investor dari Vietnam tarik semua investasinya. Gimana dong? Kantor yang sudah kita sewa di Vietnam gimana? Pegawai yang baru kita rekrut, apa kabar?” ujar Putri dengan nada penuh emosi. Dia kecewa sekali dengan tindakan investor itu.
Kevin mulai mengecek keuangan sepanjang bulan Januari hingga Maret 2020, “Waduh, gawat. Ini aja, tiap bulan omset kita menurun. Gimana mau nalangin yang di Vietnam?”
“Menurut dugaan gua, Virus Corona ini bakal panjang.” Kezia menghembuskan napasnya dalam-dalam. “Yang terburuk, kita harus tutup yang di Vietnam. Kita utamakan yang di Indonesia dulu. Jangan sampai kita lebai malang. Sana sini lepas semua.”
“Setuju! Gua setuju dengan Kezia. Mending kita fokus yang di Indo. Bahkan, kalau perlu, kita harus melakukan penghematan. Kita bisa minta karyawan untuk work from home, jadi kita bisa hemat listrik, air, internet. Itu aja udah signifikan banget bedanya.”
Putri menatap Kevin dengan sangat kesal. “Fokus di Indo… Kalian enak bisa ngomong kayak gitu, karena kalian gak berurusan langsung dengan pemerintah Vietnam. Lah, gua. Gua malu dong. Udah gembar gembor, ngomong buka di Vietnam. Iklan di mana-mana. Yang ngomong di media, gua lagi. Sekarang main tutup aja. Gak gitu dong caranya. Harus diusahain dulu. Kita cari aja investor yang lain.”
“Apa gampang, cari investor yang tertarik di bidang pariwisata, untuk kondisi kayak gini?” gentian, Kezia yang gemes, lihat Putri yang mulai ngotot.
“Ya usaha dulu, jangan nyerah dong. Jangan main tutup gitu,” jawab Kezia dengan cepat.
Kevin dan Kezia mulai saling memandang, berusaha saling menguatkan melalui tatapan. Kevin pun buka suara, “Oke, kalau mau dicoba boleh. Walaupun kayaknya kurang possible ya, Put. Dapatin investor untuk kondisi hari ini.”
Putri memandang Kezia, dia sudah gak sabar mendengar pendapat Kezia sebagai pemberi keputusan terakhir.
Kezia diam, dia terus berpikir sembari melihat neraca keuangan perusahaannya dengan sangat baik. “Put, gua terus terang, gua masih gak setuju kalau kita maksa untuk jalanin yang di Vietnam. Satu, dengan keadaan traveling lagi jelek, dua, kita gak ada investor. Okelah. Anggaplah, kita biayain semua operasional perusahaan di Vietnam, pakai uang simpanan kita. Itu pun, gua masih gak yakin, bisnis di Vietnam itu bisa jalan. Bisa-bisa, perusahaan kita di Indo juga hancur, karena uang simpanan kita lari ke Vietnam semua. Come one, realistis, Put!”