Esoknya di kantor.
“Setelah gua pikirkan baik-baik. Gua setuju dengan Putri. Perusahaan kita yang di Indo boleh support perusahaan yang di Vietnam. Tapi kita harus cepet menemukan investor penggantinya,” ujar Kezia mantap.
Kevin sampai kaget mendengar ucapan Kezia, tapi memilih untuk tetap diam. Ia mencoba membaca situasi dengan sangat baik. Sedangkan Putri senang sekali. “Gua yakin, kita bertiga bisa menemukan investor yang tepat. Gua udah buat list kandidat investor yang mau gua tuju.”
Kezia melirik Putri dengan tajam, “Maksimal dua bulan, untuk mendapatkan investor. Kalau enggak? Berarti yang di Vietnam, selesai.”
Kevin angkat bicara, “Keuangan kita mepet banget kalau kayak gitu. Kez, lu yakin, kita bisa dapat investor selama dua bulan ini?”
“Pasti bisa. Kan kita sudah punya nama. Bukan start up kecil,” celoteh Putri meyakinkan.
“Gua akuin, ini lumayan gambling. Gak tahu bisa dapat atau enggak. Tapi kalau gak dicoba, gak akan pernah tahu…”. Tatapan mata Kezia memandang jauh.
Kevin sekarang mengangguk setuju, “Oke kalau mau dicoba. Gua juga mau kasih kesempatan untuk kita usahain yang di Vietnam. Tapi saran gua, kita harus fleksibel banget, selama dua bulan ini. Kita harus bisa pivot kapanpun.”
Mereka bertiga sepakat, sekaligus mengakhiri meeting hari itu.
***
Kevin berjalan mendekati Kezia, “Kez, are you ok?”