“Apa sebegitu bosannya kau melihat orang lain berenang sampai kau tidur di sini?” ujar Pito setelah berhasil membangunkanku dengan mengguncang-guncang tubuhku.
“Sudah jam berapa? Latihannya sudah selesai?” tanyaku balik.
“Seharusnya kau jawab dulu pertanyaanku sebelum kau bertanya balik,” Pito sewot. “Sudah tengah hari. Sepertinya latihan sudah selesai dan tidak ada perkembangan.”
“Tentu saja tidak ada perkembangan,” tukasku santai sambil bangkit dari posisiku berbaring.
“Maksudmu?”
Aku tak segera menjawab pertanyaan Pito dan melangkah keluar menghampiri Eru dan Melvina yang sedang duduk di bangku pinggir kolam sambil ngobrol.
“Setelah kau mengeringkan tubuhmu dan mengganti bajumu, aku ingin bicara padamu untuk memberikan beberapa saran,” ujarku pada Melvina dengan wajah datar.
“Oke!” katanya dengan wajah berseri. Aku tak peduli dengan ekspresinya dan mengambil posisi duduk di bangku yang lain. Telapak tanganku menutup mulutku yang sedang menguap. Sisa-sisa kantukku masih ada ternyata.
Setelah puas mengistirahatkan diri, Eru, Pito, dan Melvina beranjak ke ruang ganti. Aku yang sedari awal tak mengganti pakaianku dengan pakaian renang tak perlu melakukan hal yang sama. Beberapa menit kulewati dengan melamun sembari menunggu batang hidung mereka muncul. Pito dan Eru muncul duluan. Kuberitahu pada mereka untuk pulang duluan bila mereka enggan menunggu karena aku masih punya urusan dengan Melvina. Mereka hanya mengiyakan dan keluar dari area kolam. Beberapa menit kemudian Melvina muncul dan mengarah ke tempatku menunggunya. Perempuan memang selalu menyita waktu lebih lama.
“Yang lain mana?” tanya Melvina sambil menggulung rambutnya yang masih lembab ke atas.
“Aku menyuruh mereka pulang lebih dulu kalau tak ingin menunggu.”