“Lalu, kenapa mereka berdua malah kamu undang ke sini? Kamu kehabisan akal?” bisikku pada Tifa yang ada disebelahku. Kulihat Harry dan Liam tampak gugup duduk bersampingan di depan mejaku. Bahkan mereka berdua tadi sempat kaget saat bertemu di ruangan ini.
“Setelah dipikir-pikir, rencanaku untuk menjebak mereka dalam kencan sangat merepotkan. Sebaiknya dengan cara begini saja biar praktis,” bisiknya pula.
“Rencana apa?”
“Lihat saja, kamu cukup duduk dari mejamu dan perhatikan kerjaku.”
Tifa segera mengambil alih. Harry dan Liam disuruhnya duduk berjauhan tapi saling berhadapan. Dua buah papan tulis kecil, spidol, dan penghapus diberikan pada mereka masing-masing.
“Kita mulai! Aku akan memberikan beberapa pertanyaan dan kalian harus menjawabnya dengan menulis di papan itu. Bila sudah ditulis, dengar aba-abaku lalu tunjukkan jawaban kalian satu sama lain.”
Oh, seperti permainan kuis ternyata. Menarik juga. Jadi seperti wawancara Neka yang waktu itu. Dengan cara ini lebih gampang mengetahui kalau mereka itu cocok atau tidak. Tapi ... aku justru makin cemas.
“Tu-tunggu, Kak. I-ini mau ditanyain tentang apa?” Liam merasa was-was.
“Hihihihihi,” Tifa tak menjawab. Hanya menunjukkan seringai yang tergolong jahat.
Walau ada sedikit rasa kasihan dengan mereka berdua, tapi sejujurnya aku juga ingin menikmati pertunjukan ini. Eru dan Pito juga sudah berdiri di sebelahku. Kalau dari posisi ini, kami jadi bisa lihat kedua jawaban sekaligus. Karena Liam dan Harry duduk melintang di hadapan kami.
“Pertanyaan pertama. Di antara kentang, terung, dan tomat. Yang manakah yang lebih kalian pilih?”
Sebongkah batu besar bernama bingung menimpa kedua klien. Jelas saja. Pertanyaan itu harusnya lebih tepat ditanyakan pada orang-orang penderita kurang gizi. Bukan pada orang yang sedang kasmaran.
“Tulis saja jawabannya. Aku hanya butuh jawaban. Nanti kujelaskan,” ujar Tifa.
Mereka berdua mulai mencoret di atas papan kecil itu untuk beberapa saat.
“Stop! Sekarang tunjukkan jawaban kalian.”
Liam dan Harry membalik papannya bersamaan. Liam menjawab tomat. Harry menjawab kentang.
“Hmmm ...,” Tifa mendengung. “Liam suka dengan kelembutan, termasuk merawat kulitnya. Sementara Harry menyukai kekerasan dan selalu enerjik.”
Ha?! Dari mana dia menyimpulkan hal seperti itu? Jangan bilang kalau dari tekstur buah tomat yang lembut dan memiliki kandungan kolagen yang tinggi, juga dari tekstur kentang yang kasar dan sumber karbohidrat? Filosofi amatiran. Hal seperti ini tak kan bisa dinilai dengan cara seperti itu. Lihat! Wajah Harry dan Liam malah terlihat semakin bengong.
“Selanjutnya, di antara Eru dan Pito, mana yang akan kalian pilih?”
“Oy, tunggu! Kenapa kami diikut sertakan?” protes Eru.
“Iya, iya, apaan sih kamu?” tambah Pito.
Tifa langsung menendang sisi meja bagian bawah dengan keras sambil menatap tajam ke arah Pito dan Eru. Keduanya terkejut, termasuk klien kami. Inilah sosok sebenarnya dari seekor Queen Cobra yang sedang mendesis. Bahkan seekor gorila dan kucing ashera tak mampu berkutik.
“Silakan dijawab,” lanjut Tifa dengan mengukir senyum. Cepat sekali ia memakai topengnya kembali.
Harry dan Liam menghapus jawaban sebelumnya. Lalu menulis jawaban dari pertanyaan yang baru diucapkan oleh Tifa.
“Stop! Perlihatkan jawabannya.”
Harry menjawab bahwa dia tak mau memilih diantara mereka berdua karena dia bukan gay. Liam menjawab bahwa dia tak memilih Pito dan Eru karena dia menyukai orang lain.
“Hmmm ... artinya kalian berdua nggak laku, Pito, Eru,” ujar Tifa yakin.
“Kami nggak butuh komentarmu!” ujar Pito dan Eru serempak.