*Tak bergeming tercengang*
Mereka yang telah melewati gerbang sekolah mendapati pemandangan tak mengenakkan. Senyum sumringah Yulia dan Lizbeth sebelumnya sirna seketika.
Yulia dengan wajah memucat menatap kearah pemandangan yang mengerikan di hadapan mereka. Tapi bukan histeris atau menangis, ia malah menunjukkan ekspresi kosong di wajahnya. Lizbeth tidak memedulikan reaksi sahabatnya, kaki Lizbeth langsung melemas saat itu juga, dengan wajah memucat terjatuh bersimpuh dikakinya. Lizbeth sangat syok bahkan untuk histeris saat itu. Tapi, bulir air mengalir dari mata Lizbeth. Jantungnya terasa jatuh ke tanah.
Ia tidak tahu mana yang lebih menakutkan baginya, jasad mengenaskan dihadapannya? Atau mobil keluarganya yang ringsek parah di jalan raya ....
Pemandangan mengerikan yang mereka lihat berlokasi di jalan raya depan sekolah. Telah terjadi kecelakaan lalu lintas beruntun. Pemicu pertama adalah seorang pengendara sepeda motor yang melaju dengan kecepatan tinggi. Mengalami oleng, lalu menabrak mobil yang ditumpangi keluarga Lizbeth. Mobil yang dikendarai ayah Lizbeth beserta ibu dan adik bayinya pun banting setir, menabrak beruntun pengendara lain dijalan raya yang padat itu. Banyak pengendara sepeda motor maupun mobil berserakan, terluka disisi kiri dan kanan.
Sang pengendara motor yang ugal-ugalan itu juga tak kalah tragis. Ia terlempar bermeter-meter jauhnya ke pinggir jalan, dengan kondisi badan hancur remuk dan kepala terlindas truk melintas.
"Nenek ..., Nenek ..., Nenek ...." Gumam Yulia dengan wajah kosong, terus-menerus memanggil Neneknya tanpa sebab. Tetap dalam kondisi terpaku ditempat.
Dalam kondisi keos itu, Pak Satpam langsung bergegas menarik kedua anak perempuan itu. Dengan penuh perhatian, menenangkan mereka di pos jaga. "Ssshhhh ..., coba minum air ini yah anak-anak. Paman ada disini bersama kalian. Jangan pikirkan apa yang barusan terjadi yah ...." Ucap Pak Satpam mencoba menenangkan. Namun tak dapat dipungkiri bahwa dia juga berbicara dengan ekspresi khawatir.
Lizbeth meminum air putih yang ditawarkan itu. Namun sesaat setelah minum, ia mendadak berlari keluar dari pos satpam dan memuntahkan isi perutnya hari itu. Dia mulai menagis histeris dan sesegukan. Tak henti-hentinya ia menyebut nama tuhan dan memanggil-manggil anggota keluarganya yang telah tiada. Pak satpam yang mendengar tangisan histeris Lizbeth fokus mencoba untuk menenangkannya.
Sementara itu, Yulia masih terjebak dalam rasa syok. Dalam tegelam dipikirannya, ia terbayang-bayang ingatan yang samar-samar. Mulai teringat kembali akan sebuah kejadian. Kejadian mengerikan tentang neneknya 2 tahun silam.
"Ya Tuhan, Yulia! Kamu tidak apa-apa nak?" Tanya ibunya seketika setelah sampai di sekolah. Wajah ibunda Yulia terlihat panik. Khawatir, setelah melihat raut wajah kosong nan pucat anak bungsunya itu. Sekarang satu-satunya yang terpikirkan oleh ibu Yulia adalah untuk membawa Yulia pulang. Pak Satpam pun memberitahu apa yang mereka saksikan. Memunculkan keputusan tangkas dibenak ibu Yulia. "Terimakasih yah pak, telah menjaga anak saya. Saya permisi pulang pak, eeh ... nak Lizbeth. Mau bibi kasih tumpangan pulang?" Ibu Yulia menawarkan.
Namun, Lizbeth sedang dalam kondisi syok parah. Jangankan menjawab pertanyaan, bertahan untuk tetap sadar saja sudah sebuah perjuangan baginya. Pak Satpam pun memberi tahu bahwa terdapat keluarga Lizbeth yang menjadi korban tabrakan beruntun di depan sekolah.
"Ah ..., maaf nak. Biarkan Bibi mengantar ke rumah kerabat mu. Nanti mereka pasti akan menjagamu," ujar ibu Yulia penuh khawatir dan iba. Mereka pun masuk pergi dengan menggunakan mobil ibu Yulia. Dalam perjalanan pulang yang penuh hiruk-pikuk karena kecelakaan, Lizbeth hanya bisa menahan tangis sesegukan sembari meremas kuat tangannya. Suasana hiruk-pikuk itu berbanding kontras dengan kondisi hening didalam mobil.
Lizbeth telah sampai dirumah kerabatnya, Yulia juga telah tiba dirumah. Masih dalam keadaan berwajah kosong. Ini memberi kekhawatiran bagi Ibu Yulia. Beliau pun berkonsultasi kembali dengan psikolog langganannya.
Singkat cerita, Lizbeth dan Yulia mulai berangsur-angsur pulih dari trauma dengan bantuan dari psikolog.
2 minggu telah berlalu ....
Lizbeth sedang berdiri sambil memandangi kuburan keluarganya. Kini dia berstatus yatim-piatu dan sebatang kara. Namun, ia masih memiliki sahabat terbaik disisinya.
"Lizbeth," Yulia memanggil dengan nada yang lembut.
"Ayo, kita pergi ke sekolah. Sudah berapa minggu kamu tidak masuk kan? Banyak yang merindukanmu, suasana kelas sepi tanpamu. Jangan bersedih lagi yah. Setidaknya ..., jika tidak ada siapapun yang terasa seperti keluarga untukmu, aku akan selalu disisimu." Yulia menyemangati Lizbeth dengan senyum manisnya.
Lizbeth menatap wajah Yulia dengan mata yang sembab, lalu memeluk Yulia erat-erat.