“WOI KAZE BERANTEM!”
Sontak atensi penghuni di dalam kelas terebut oleh suara menggelegar seseorang yang kini berada di ambang pintu.
“Panggil BK lah goblok bukan kasih tau kita!”
“Entar dulu misahinnya lagi seru.”
Benar kata laki-laki berkulit sawo matang dengan seragam pramuka yang pres badan itu, buktinya tanpa membutuhkan waktu lama informasi aktual tersebut sukses membuat siswa-siswi di kelas berbondong-bondong ke TKP. Demi menyaksikan siaran langsung keributan yang tengah terjadi itu.
Menyisakan beberapa murid nolep termasuk Alasya.
Kaze? Mendengar namanya saja dia sudah tidak minat. Mau dia berantem, jungkir balik, sampai dugem sambil kayang pun peduli setan. Tidak ada urusannya dengannya.
Keadaan kelas yang sepi seperti ini tentu saja tidak ada yang namanya rebutan oksigen. Alasya jadi bisa menghirup bebas udara segar AC dengan santai sambil memutar-mutar pulpen biru di antara jemarinya.
“Aish... ” Alasya berdecak kala tinta pulpen itu bocor hingga terciprat menodai kemeja putih dan tangannya.
Beranjak keluar kelas hendak ke toilet, di ambang pintu Alasya terdiam sejenak ketika menemukan tatapan dengan sorot dingin terpancar dari sepasang mata Kaze yang kini berpenampilan compang-camping disertai peluh membasahi pelipisnya. Serta tidak luput dari beberapa jejak luka.
Bersitatap dengan laki-laki itu seolah melemparkan Alasya pada gulungan memori dua tahun lalu. Di mana saat mereka masih sama-sama mengikuti kegiatan MOS hari kedua.
Kala itu...
Suasana yang tadinya berisik seketika berubah hening. Membuat Alasya yang berada di pinggir lapangan mendongakan kepalanya mencari tahu apa penyebab perubahan atmosfer di sekitarnya.
Alangkah waswasnya Alasya mendapati seorang laki-laki jalan menyeruak di antara belasan murid peserta MOS lain yang menghalangi langkahnya.
Alasya menaikan sebelah alisnya menyiratkan kata tanya diikuti menoleh ke kanan kiri sebelah dirinya. Pasalnya, laki-laki itu semakin bergerak mendekati ke arahnya.
Tinggal menunggu hitungan detik saja Kaze berdiri tepat di hadapan Alasya dengan setangkai bunga mawar merah berada di tangannya.
Kaze melempar senyum paling menawan, memberi efek tidak main-main di jantung dan perut para gadis yang menyaksikan. Jantung berdebar tidak karuan, perut seolah ada kupu-kupu yang berterbangan di dalam sana. Oh, sungguh mengasyikkan.
“Aww, gila! love proposal nih?” histeria menghebohkan lapangan siang itu.
“Demi apa sih romantis banget! Mau digituin juga sama ayang...” ringis seorang gadis bername-tag karton biru penuh pengharapan.
“Ini gue baru masuk sekolah udah jadi saksi keuwu-an orang aja,” ucapnya ngenes meratapi nasib jomblo akutnya. “Hamba kapan Tuhannn...”
Kemudian Kaze berlutut. Bunga di tangannya diulurkan pada perempuan di depannya itu. Mata Kaze memberi isyarat agar Alasya segera mengambil bunga mawar tersebut.