Dalam metode mendekati perempuan ada berbagai. Tergantung love language si betina. Jikalau cara yang digunakan tepat sasaran perlahan tapi pasti hati itu akan tersentuh. Sebatu apa perasaan itu akan luluh.
Akan tetapi, bagaimana cara mengetahui seorang Alasya. Dekat saja tidak. Bahkan lebih buruknya lagi, meskipun tidak ketara hubungan keduanya tidak bisa dibilang baik-baik saja.
Memikirkan hal tersebut sepanjang perjalanan menuju ke sekolah akhirnya tiba juga Kaze di parkiran. Ia memarkirkan motornya di tempat biasa. Dekat pohon agar bayangannya bisa mengurangi sengatan terik matahari pada jok motornya.
Melepaskan helmnya, sosok yang menjadi pokok di pikirannya pagi muncul. Panjang umur sekali gadis itu.
Alasya tampak memasuki gerbang sekolah setelah membayar ongkos gojeknya.
Merasa ini permulaan yang baik. Kaze menaruh helmnya ke atas tangki motor segera melesat menghampiri Alasya yang hendak menaiki anak tangga lobi utama.
"Alasya Tami." Mendengar seruan namanya terpanggil dia menoleh. Dengan kedua tangan memegang tali ransel berwarna hijau tosca miliknya, Alasya menatap Kaze menghampirinya.
"Iya?" Wajah lugu itu melemparkan pertanyaannya.
"Mungkin ini terkesan udah basi banget buat lo-"
"Lo mau ngasih sesuatu yang udah basi ke gue?"
Refleks Kaze memajukan kepalanya terkesiap dengan ucapan Alasya.
"Engga maksud gu-" Lagi-lagi perkataan Kaze terpotong oleh suara memelas Alasya.
"Kok gitu? Lo tega banget sih, emang gue salah apa sama lo?" lanjut Alasya mengeraskan suaranya. Sampai membuat atensi orang yang sedang lewat teralihkan. Bisa diakui Alasya memang punya berbagai rencana dan bermain peran dalam segala situasi dengan baik.
"Gak lo gak salah, makanya ini gue mau minta maaf," ujar Kaze dengan satu tarikan nafas.
Alasya terdiam menatap paras Kaze yang masih bersih berseri belum buluk tertampar pelajaran.
"LO MAU MINTA MAAF?" tanya Alasya.
Membuat Kaze ingin memiting tulang lehernya, gregetan kenapa hobinya teriak-teriak mulu kayak sedang hidup di hutan. Mana saat itu ada Naomi juga yang tengah lewat.
"Iya, gue mau minta maaf." Kaze memang menunjukkan sorot penuh keseriusan, tapi Alasya tidak semudah itu percaya ketulusan akan laki-laki tersebut.
"Psstt." Alasya mengulurkan telunjuknya ke wajah Kaze. Lebih tepatnya daerah bibir namun tidak sampai bersentuhan.
Mata Kaze melirik ke bawah, bisa-bisanya jari putih nan mungil kayak tteokbokki itu berani menghentikan ucapannya.
Menarik kembali uluran tangannya, Alasya bersedekep. “Wah, tiba-tiba banget? ada apa gerangan wahai saudara Kaze?"