Kristian meletakkan tangannya di bahu seorang gadis cantik berambut sebahu. Mereka bolos sekolah dan nongkrong di sebuah cafe. Kristian lagi-lagi mengeluarkan jurus mautnya. Ia merayu gadis itu seromantis mungkin dan gadis itu pun kelepek-kelepek jatuh di pangkuan Kristian. Sementara Olivia terus mencari-cari dirinya.
“Bener lo belum punya pacar?” tanya gadis berambut sebahu itu sambil ngelendot di lengan Kristian.”
“Beneran. Gue juga bingung, tapi waktu ngelihat elo hati gue bergetar hebat, Fi. Lo mau kan jadi pacar gue?”
Gadis itu menggeser tubuh setengah duduk, lalu berujar. “Asal lo setia ama gue, gue mau jadi pacar lo. Pokoknya lo jangan macem-macem ama gue.”
“Pastinya dong. Tapi gue nggak punya handpone untuk ngehubungi elo, Fi. Gimana dong.”
“Ya udah entar kita ke counter ponsel. Lo mau yang mana tinggal pilih deh.”
“Lo baik banget, Fi. Gue jadi tambah sayang ama elo.”
“Ighhh, gombal deh.”
Fifi kembali merebahkan tubuhnya di bahu Kristian. Ia bermanja-manja dan sangat bahagia. Setelah makan dan minum selesai, mereka pun ke counter ponsel dan membelikan Kristian ponsel terbaru.
###
Tasya melirik jam tangannya. Malam ini ia ada janjian dengan Kristian. Mereka ingin nonton dan Tasya menunggu Kristian di bioskop. Sudah lewat lima belas menit dari waktu yang dijanjikan. Dan yang ditunggu-tunggu Tasya pun hadir juga. Kristian melambaikan tangan ke Tasya. Entah kapan mereka jadian, Kristian langsung saja menghampiri Tasya yang sudah memegang dua karcis.
“Sory, gue telat. Biasa Jakarta.” Kata Kristian beralasan.
Tasya hanya mengumbar senyum tipis. Ia mengurung kan amarahnya begitu melihat ucapan maaf dari Kristian.
“Gue udah beli dua karcis nih. Sekalian gue beli makanan ringan.”
“Oh ya? Kita masuk yuk.” Kristian menggandeng Tasya, mesra banget. Mungkin kalau Olivia melihat adegan itu, dia bakal bunuh diri. Gak kebayang gimana sakit perasaan Olive melihat Kristian menggandeng gadis lain.
Setelah nonton mereka nongkrong di cafe dan ngobrol sekenahnya. Kristian banyak bercerita tentang hidupnya di Jakarta sebagai anak pindahan dari Surabaya. Tinggal bersama paman dan orang tuanya tinggal di kota lain. Kemudian ia bercerita tentang perjalanan cintanya yang ia karang sedemikian rupa, membuat Tasya kagum, takjub dan berdebar. Tapi semua itu hanya kamuflase saja.
Tasya mengantar Kristian pulang ke rumah. Hanya sampai persimpangan, karena Kristian tidak mau ada yang tahun keberadaan rumahnya. Dengan segala cerita bohong yang ia mainkan, akhirnya Tasya memberi beberapa lembar uang berwarna merah untuk Kristian.
###