31 Athlasnyaan Bu Teti. Namun, semua murid celingak-celinguk ke bingungan, kecuali ....
... Athlas.
Curiga melihat Athlas yang tidak celingak-celinguk, Bu Teti menyipitkan mata penuh selidik.
“ATHLAS!” seru Bu Teti.
Athlas menengadah ngeri.
“Kamu, ya, yang lempar Ibu pake kertas?”Wajah Athlas pucat.
“E-enggak, Bu, enggak! Ibu fitnah, nih. Kan, kata Pak Imam, fitnah itu dosa, Bu.” Athlas ngeles.
“Balikin karetnya!” bisik Ifa, curi-curi kesempatan.
Mata Athlas mengerjap, memberi kode, tetapi Ifa tidak paham. Athlas membulatkan mata saat Ifa mengambil paksa karet di tangannya.
Bu Teti yang menangkap kejadian itu semakin menyi-pitkan matanya. Secerdik apa pun orang menyembunyikan bangkai, pasti akan tercium juga. “Karet apa itu, Ifa?” tanya Bu Teti.
Ifa menoleh, sedikit terkejut. “A-anu, Bu ... karet ram-but saya.”Bu Teti menoleh ke arah Athlas yang kini memberikan sebuah cengiran. “ATHLAS!”“I-Ibu ... Ibu cantik, deh. Kayak mama saya.”
32Eko Ivano WinataAthlas berdiri di luar kelas dengan satu kaki terangkat dan tangan menjewer telinga sendiri. Ketahuan melempar ker-tas kepada Bu Teti, Athlas disetrap sampai kelas berakhir.Namun, hukuman bukan berarti Athlas kapok atau to-bat. Dia justru bersyukur karena sekarang dia bisa melihat Laudia bermain bola voli di lapangan depan kelas.
Athlas tersenyum lebar.
Dari jauh, Laudia terkekeh melihat Athlas yang sedang dihukum. Athlas melambaikan tangan dan Laudia mem-balasnya dengan sebuah senyuman.