Seorang pejuang cinta itu menyerah setelah usahanya kandas mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri. Apalagi sang ayah tak pernah terpikirkan untuk menguliahkan anak perempuannya, terlebih dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan. Baginya, anak perempuan cukup sekolah sampai SMA, kemudian segera dinikahkan. Suatu alibi klasik yang sering digunakan untuk keluar dari masalah ekonomi keluarga. Anak perempuan tugasnya mengurus rumah tangga, pikirnya. Namun pola pikir Indy sangat berbeda. Ia mengikuti jejak sang ibu yang sangat menjunjung tinggi pendidikan. Hatinya sangat menggebu-gebu untuk melanjutkan kuliah dan memiliki karir. Sang ayah pun menyerah dengan keinginan Indy dan merekomendasikan sebuah sekolah tinggi milik Departemen Perindustrian di Jakarta, mengikuti jejaknya dahulu. Di kampus pilihan orang tuanya, Indy pun mengenal sosok Andri, teman kuliah yang membuatnya banting setir atas kriteria laki-laki idaman. Andri lah yang membuatnya berbunga-bunga sekaligus meluluh lantakkan hatinya. Namun, tanpa disadari Indy, selama ini ada laki-laki lain yang selalu memperhatikannya diam-diam. Satu jurusan bis dengan Indy membuat laki-laki itu leluasa menatap gadis yang memikat hatinya itu. Mengobrol didalam bis adalah kesempatan untuk mendekati Indy dan laki-laki itulah yang menjadi tempat curhat Indy tentang Andri yang telah menghancurkan hatinya. Laki-laki itu memberikan tempat nyaman untuk bercerita dengan perlakuannya yang penuh perhatian. Momen putusnya Indy dengan Andri langsung dimanfaatkan laki-laki yang telah lama memendam rasa untuk Indy itu.
“Lo mau gak jadi pacar gue?”, tiba-tiba laki-laki bertubuh gempal dan berkulit gelap serta rambut keriting itu menembak Indy.
“Aduuh…gimana ini, kalau gak diterima nanti gue gak ada teman curhat lagi”, pikir Indy galau.
Ia terdiam beberapa menit dengan perasaan resah. Tak banyak pikir lagi, ia memutuskan untuk menerima laki-laki yang bernama Toby itu dengan sekali anggukan kepala.
“Kalau ada orang yang sayang sama gue, kenapa gue harus nangis karena orang yang nyakitin gue”?, kata-kata yang terlintas di benak Indy dengan perasaan pilu mengingat kisahnya dengan Andri.
Kalimat pelariankah untuk menyembuhkan luka? Namun nyatanya itulah yang menyebabkan Indy menerima Toby menjadi kekasihnya kini. Ia menikmati hari-harinya bersama Toby untuk melupakan masa lalunya. Hubungan itu resmi sejak mereka menginjak tingkat dua. Takdir berkata lain, semester itu Indy jadian dengan Toby, bukan dengan Andri. Indy terpaksa menerima Toby sebagai kekasihnya setelah drama patah hati parah yang telah dilaluinya bersama Andri tempo lalu.
Seorang kutu buku yang berubah menjadi seorang pecandu cinta menjadi identitas baru bagi Indy setelah mengenal Toby. Terngiang sebuah pepatah Jawa dikepalanya “Witing tresno jalaran soko kulino”, ia berharap lama-lama perasaannya kepada Toby akan tumbuh. Sialnya, Andri malah terlihat terpuruk dan stress dari raut wajah dan rambutnya yang kusut semenjak melihat Indy bersama Toby. Niat itupun seketika berbalik arah yang semula ingin menumbuhkan rasa cinta terhadap Toby berubah menjadi aksi balas dendam untuk Andri. Sikap manjanya kepada Toby itu hanyalah settingan untuk membuat hati Andri bertambah panas. Nasib buruk bagi Toby yang hanya dijadikan boneka mainan Indy untuk membalas sakit hatinya kepada Andri. Menyesal, tapi harus berlapang dada, hanya itu pilihan Andri.
*****
Mila adalah teman satu angkatan Indy yang begitu terenyuh dengan kisah miris pada peristiwa patah hati yang dialami Indy. Awal masuk kuliah, Mila terlihat seperti gadis yang sombong karena selalu menyendiri dengan gayanya yang sok artis. Bentuk tubuh yang tinggi dan proporsional, rambut terurai panjang dan wajah yang manis dengan mata kucingnya memang membuatnya terlihat berbeda dari yang lain. Namun, dibalik sikap sombongnya itu, ia menemukan kecocokan dan kehebohan saat mengobrol dengan Indy. Mila membuat Indy yang dulu pendiam dan kaku menjadi hangat dan ramah saat mengobrol dengannya. Mila menyukai kecerdasan yang dimiliki Indy saat tangan Indy dengan lihainya menyelesaikan soal kalkulus dalam hitungan beberapa menit saja. Namun, soal pasangan, Indy sangatlah polos dimata Mila. Tak tega melihat nasib Indy yang tersakiti, Mila berniat menjodohkan Indy dengan seorang kakak kelas yang dikenalnya.
“In, lo kan lagi butuh bahan kuliah manajemen industri, pinjem aja coba bukunya sama Adhil, dia kan punya bukunya, bekas dipake dulu”, bujuk Mila sambil memperkenalkan Indy kepada Adhil.
Modus meminjam buku adalah modus pendekatan klasik yang tidak terpikirkan oleh Indy yang polos, namun disadari oleh Adhil niat baik Mila tersebut.
“Oh iya…nomer telpon lo berapa ya, nanti kalau mau balikin, telpon gue aja”, sambil tersenyum Adhil memberikan buku itu dihadapan Mila dan disambut hangat oleh Indy.
Indy masih tak menyadari skenario yang sedang dirancang Mila untuknya, maka ia dengan mudahnya memberikan nomer telponnya untuk Adhil.
Berdiri dibelakang Indy agar tidak ketahuan, Mila mengedipkan matanya ke Adhil, meminta Adhil lebih agresif untuk pendekatan ke Indy.
“Kalau gak ketemu di kampus, gak apa-apa kok kalau gue ambil ke rumah lo bukunya. Minta alamat rumah lo dong”, kembali Adhil melancarkan akal bulusnya dan dengan polosnya Indy kembali memberikan alamat rumahnya untuk Adhil.
Satu semester berjalan, buku pinjaman Adhil itu nyatanya tak terlalu bermanfaat untuk Indy, karena kampus menyediakan fotokopi modul untuk referensi mata kuliah manajemen industri. Namun buku itu justru menjadi jalan terbuka untuk Adhil punya alasan berkunjung ke rumah Indy. Dengan alasan untuk mengambil buku tersebut, Adhil datang bersama seorang temannya membawa sebuah tas jinjing kecil untuk Indy. Ada rasa segan dihati Indy saat menerima mereka sebagai tamu karena tak tahu harus menjelaskan apa kepada orang tuanya. Teman laki-laki yang datang ke rumah seorang perempuan tentunya menjadi pertanyaan bagi setiap orang tua. Tas jinjing yang dibawa Adhil itu berisikan kado ulang tahun untuk Indy. Sebuah boneka dan pigura bertuliskan puisi seperti kado ulang tahun dari seorang kekasih. Rasa malu dan risih menghinggapi Indy hingga membuatnya bertingkah kaku.
Adhil adalah kakak kelas dua tahun diatas Indy dengan perawakan pendek dan kecil serta berkulit sawo matang. Mila tak mengetahui kalau Adhil sudah memiliki kekasih di angkatannya. Perselingkuhan yang tidak disengaja itu pun terjadi dan Indy menjadi sasaran kejengkelan pacar Adhil yang menjadi asisten dosen pengajarnya kini. Rika, kekasih Adhil menunjukkan muka jutek tanda tidak sukanya kepada Indy. Namun ia memendamnya dalam hati karena harus bersikap professional dalam mengajar. Hanya partner mengajarnyalah yang berani menghampiri Indy dengan tatapan tajam karena membela temannya.
“Tapi dia udah punya pacar kok”, celetuk perempuan itu disela sesi mengajar bersama Rika.
Tak sengaja perempuan berkacamata dan berambut panjang itu melihat Indy dijemput Toby saat pulang kuliah, minggu lalu. Selamatlah Indy, tak jadi dilabrak oleh perempuan itu, karena Toby. Rika dan perempuan itu adalah yang terpintar diangkatannya yang kemudian diangkat menjadi asisten dosen oleh Pak Tirto untuk kelas Indy. Perempuan yang menjadi teman Rika itu terlihat lebih pintar dengan teorinya dalam memecahkan soal, walaupun panampilannya cantik dengan tubuh tinggi semampai bagai seorang pesolek. Sedangkan Rika sedikit sabar dan keibuan dengan wajah tak terlalu cantik dan rambut keriting sebahu. Mereka berdua sempat memberikan nilai terkecil untuk Indy dan mengumumkannya didepan kelas, karena alasan sentimen pribadi.
Adhil tak pernah mendapat tanggapan serius dari Indy, karena Toby tak pernah membiarkan Indy sendirian kemanapun ia pergi. Kado ulang tahun dari Adhil tersimpan rapi di lemari Indy hingga berdebu. Sementara hubungan Adhil dan Rika pun merenggang sejak saat itu tanpa sengaja, karena kehadiran Indy yang memikat hati Adhil. Rika tak berniat melanjutkan hubungan tersebut karena Adhil telah membuat hatinya kecewa. Untuk perempuan sepintar Rika, Adhil sangatlah beruntung mendapatkan Rika. Kejadian itu menunjukkan bahwa Adhil memang tidak pantas untuk Rika. Sementara Mila akhirnya menyadari Indy sudah memiliki Toby. Ia pun tak pernah menampakkan diri lagi, menghilangkan jejak dari rasa bersalah.
*****
Siang itu di jam kuliah saat suasana kampus sedang sepi, Andri memperhatikan gerak-gerik Indy yang kebingungan mondar-mandir seperti mencari seseorang.
“Pasti lagi nyariin Toby ya?”, godanya saat menghampiri Indy dengan wajah meringis.
Seperti perangko dan amplopnya, Toby tak penah jauh dari Indy sedetik pun. Teman Indy dikampus itu hanya satu, yaitu Toby, yang tak pernah membiarkan Indy sendirian, bahkan untuk sekedar nge-mall bersama teman-teman perempuan lainnya. Posesif maksimal membuat separuh kaki Indy serasa dirantai. Toby tak mau kehilangan Indy, baginya Indy adalah cinta matinya. Cinta mati yang membuatnya sakit hati ketika mengetahui Indy masih menaruh hati pada Andri, karena masih menyimpan rasa walaupun hanya kamuflase dari rasa dendamnya.
“Rasanya pengen gue seret pake motor dibelakang jok, kalau gue tau ada orang yang diam-diam mengkhianatin gue”, celetuk Toby sore itu didepan Indy saat hendak mengantar Indy pulang selepas kuliah. Wajahnya memerah menahan kesal.
Kata-kata itu terdengar begitu menakutkan di telinga Indy. Namun ia tak gentar, karena otak cerdasnya selalu membuat ia pandai berargumen.
“Ya salah sendiri, elo kan tau gue cinta sama Andri waktu curhat, tapi malah nembak gue, ya itu resiko yang harus diterima”, Indy menjawab dengan nada ketus.
Toby menyadari kehadirannya bukan di waktu yang tepat. Ia berusaha melupakan semua kekesalannya dan memilih berusaha mengambil hati Indy. Ulang tahun pertama setelah hubungan mereka, Toby membelikan kado sebuah jam tangan berbahan stainless steel berwarna silver yang cukup bermerek dan eksklusif untuk ukuran anak kuliahan, bahkan untuk standard ekonomi anak-anak di kampusnya.
“Jam tangan ini bersejarah banget buat aku, karena ngedapetinnya susah. Aku harap kamu jaga baik-baik ya, jangan sampai hilang. Kalau cincin ini sampe hilang, kita putus!”, kata-kata berkesan ancaman itu memantapkan keseriusan Toby dan bahkan malaikat telah mencatat ucapannya itu.
Seperti biasa Toby selalu mengantar jemput Indy kemanapun Indy pergi, bahkan hanya untuk jarak sepuluh meter ia rela mengantar Indy dengan sepeda motornya. Anak kampus dengan sepeda motor adalah sesuatu yang mewah untuk teman-teman kampus lainnya hingga membuat rasa iri dengan perlakuan ekslusif Toby kepada Indy. Toby pun selalu menunggu Indy untuk pulang bareng hingga mengantarkannya ke rumah. Mereka menjadi icon pasangan idola di kampus itu dan membuat semua temannya iri dengan keromantisan Toby.
Mata kuliah hari itu membuat Indy harus berada satu kelas dengan Andri dan beberapa teman yang dulu menyaksikan tragedi tragis yang menimpa dirinya karena ulah Andri. Namun, Indy tak pernah memikirkan hal itu, karena sudah ada Toby yang mengalihkan dunianya. Teman satu genk Indy pun sudah dilupakannya, akibat sikap mengecewakan mereka yang tidak membagi contekan kepada Indy saat ujian. Padahal, diantara semua anggota genk yang terdiri dari lima orang itu, hanya Indy lah yang paling pintar. Namun, Indy tak pernah mencontek dan memberikan contekan kepada temannya. Hingga suatu hari, konspirasi itu pun terjadi tanpa melibatkan Indy. Bukan tidak kebagian contekan yang mengecewakan Indy, tapi rasa kesetiakawanan mereka yang sudah mendiskriminasikan Indy.
“Padahal, biar gak dikasih contekan, nilai dia tetep aja paling tinggi”, celetuk Eci ketika Indy mengkronfrontasi mereka.
Sementara, dosen yang mengajar hari itu belum juga terlihat setelah setengah jam. Para mahasiswa bersorak gembira, berharap pak dosen tidak masuk. Secara spontan Andri mengajak seluruh mahasiswa di kelas itu untuk madol, pergi melancong ke Bogor dengan kereta. Seluruh mahasiswa menyambut gembira ide cemerlang dari Andri itu yang sebenarnya modus Andri untuk mendekati Indy lagi. Sayangnya, ketika mereka semua sudah diperjalanan, pak dosen datang terlambat dan mendapati ruang kelas kosong tanpa mahasiswa satu pun. Indy tak akan pernah pergi sendirian kalau Toby tidak menemaninya. Acara melancong hari itu pun hanya Indy dan Lisa yang ditemani pasangan. Sial bagi Andri karena harus melihat kemesraan Indy dan Toby didepan mata. Lapangan hijau nan luas di Kebun Raya Bogor yang sejuk dan rindang menjadi tempat mereka berkumpul. Jembatan merah pun menjadi spot foto favorit, tak ketinggalan bagi Toby dan Indy. Sementara pasangan yang lain ikut berfoto, kecuali Andri yang hanya memperhatikan mereka dengan perasaan miris. Mitos hubungan akan berakhir bila berfoto di jembatan itu pun tak terpikirkan oleh mereka.
*****