“Kak Indy…..matanya merah tuh, kayanya tanda-tanda sakit mata deh”, Arie si Supervisor baru tak sengaja berpapasan dengan Indy di area produksi dan melihat sekilas wajah Indy dengan mata kemerahan.
Stress mulai mendera karena sudah beberapa minggu Indy merasakan hidupnya begitu tertekan dengan situasi dan kondisi yang terkucilkan di kantor dan kost. Belum lagi beban kerja yang membuatnya jungkir balik sampai tak henti-hentinya lembur tiap hari. Indy akhirnya harus menerima surat dokter untuk istirahat di rumah karena matanya mulai berlendir dan sulit untuk melihat. Banyak pikiran, kelelahan, menyebabkan matanya bengkak dan memerah karena stress. Satu-satunya orang yang memperhatikan kondisinya saat itu adalah Arie, dan perhatiannya itu tak cuma sekali, kadang kala ia mengajak Indy mengobrol disela-sela kesibukan. Diam-diam Nando memperhatikan dengan gelisah gerak gerik Arie yang sedang menggoda Indy dari kejauhan.
Sementara Diana tak mau kehilangan kesempatan dengan sosok tampan diruang kantor sebelah. Dengan logat manjanya, ia mencoba merayu Nando yang sebetulnya mengagumi kecantikan Diana, namun satu hal yang Nando tidak suka adalah bentuk tubuh Diana yang menurutnya terlihat kekar untuk ukuran seorang wanita.
“Her…..Nando lagi sibuk gak didalem?
“Kenapa lo nyariin dia, perhatian banget kayanya?
“Hehe…..titip salam ya buat dia”
Diana terlihat berseri pagi itu saat mengobrol dengan Herry dipojokan ruang meeting berdua. Didalam bis jemputan pulang, Diana mencoba mendekati Nando. Dengan alasan mencari kost-kostan, Diana membujuk Nando menemaninya berkeliling kota. Kost-kostan dengan sepuluh petak kamar dekat lapangan olahraga pun menggugah minat mereka. Kost-kostan yang terletak dipinggir gang tak jauh dari jalan raya itu baru dibangun, sehingga masih terlihat bersih. Letaknya pun sangat strategis ditengah keramaian kota. Dengan bujuk rayu Diana, akhirnya Nando ikut pindah kost disana bersama Diana. Satu kost-kostan dengan Nando membuat Diana semakin gencar melancarkan aksinya untuk mengambil hati Nando.
“Dia memang baik sih, In…..tapi gue gak suka sama bentuk badannya”, jelas Nando kepada Indy saat meeting produksi.
Entahlah apa yang dipikirkan Nando, bentuk tubuh menjadi kriteria tersendiri untuknya dalam mencari pasangan. Sempat-sempatnya Nando curhat ditengah pembicaraan penting orderan yang sedang melonjak naik hanya untuk memberi penegasan kepada Indy bahwa ia sebenarnya tak menaruh hati pada Diana.
Tata memperhatikan ada keanehan, ia ikut merasakan situasi terkucilkan dan tertekan yang dialami Indy, Tata yang sejak lama menaruh hati pada Indy mencoba menghampiri Indy, berharap ia dapat akrab dan mengambil hati perempuan itu.
“Saat yang tepat nih….. mumpung Indy lagi sendiri”, pikirnya.
Tata tahu sekarang Diana sedang dekat dengan Nando, dan Indy sudah menolak Herman, teman karibnya yang juga seorang Supervisor mesin press ditempat kerja mereka. Herman pernah mendekati Indy dengan bantuan Tata dengan meminta Tata menemaninya berkunjung ke kost Indy sambil membawa sekotak martabak mesir. Malangnya, Indy tak suka dengan martabak itu, bukan karena rasanya, tapi karena Herman yang membelikannya. Indy tak enak hati menerima pemberian Herman, karena ia hanya menganggap Herman tak lebih sebagai teman kerja. Jangan sampai terkesan ia membuka hati untuk Herman, pikirnya. Namun Tiwi, Shinta dan Natali sudah meneteskan air liur mencium aroma martabak mesir yang menyeruak melalui kotak karton yang mengeluarkan asap panas. Mereka tak tahan dengan godaan aromanya dan tak menyia-nyiakan kesempatan untuk melahap habis martabak itu.
Sementara untuk menghindari Herman, Indy berusaha mendekati Tata hanya untuk menepis perasaan Herman dan pelampiasan atas rasa kesendiriannya. Tak disadarinya, Indy telah menanam harapan di hati Tata dengan sikapnya itu. Maka, Tata yang tahu Indy sering sendirian mencari makan malam, saat ada kesempatan di suatu malam selepas pulang kerja, ia mengajak Indy keluar untuk sekedar minum jus buah mangga didekat lapangan olahraga. Indy tak bisa menolak ajakan Tata, karena Ia pun merasa kesepian dan Tata adalah satu-satunya teman yang menemaninya saat itu, walaupun ada modus dibaliknya. Makan malam beberapa kali di tempat yang berbeda, menonton bioskop hingga jalan-jalan di pusat perbelanjaan bak orang pacaran, begitulah rutinitas mereka hampir tiap malam, walaupun tanpa ada status dan dengan perasaan yang mengambang di hati Indy. Jasad Indy ada disamping Tata, tapi jiwa dan pikirannya melayang entah kemana.
*****
Rasa tak nyaman mulai dirasakan Indy. Seperti orang asing, karena sering sendiri di kost yang ramai dengan teman-teman kantor. Indy pun berniat mencari kost baru untuk mencari ketenangan. Ia mulai mencari informasi tentang kost-kostan disekitar kota dari beberapa buruh pabrik. Sebuah perumahan kelas menengah terletak di paling belakang komplek rumah Rahma terdapat beberapa kamar kost dengan suasana hijau dan nyaman. Sepuluh petak kamar di lantai bawah dan tiga petak kamar di lantai atas kost-kostan itu dihuni laki-laki dan perempuan dari berbagai usia dan pekerjaan. Lantai bawah terdapat area dapur dan tempat mencuci pakaian, serta ada kolam ikan dan taman hijau dengan pepohonan yang rindang, membuat suasana terasa sangat asri dan sejuk. Sedangkan lantai atas terdapat area jemuran pakaian. Sekali saja mengunjungi tempat kost itu, Indy langsung jatuh hati dibuatnya. Akhirnya kini ia mendapatkan tempat baru dengan suasana hangat penuh kekeluargaan dengan teman-teman kost yang tidak tahu kehidupan pribadinya. Teman-teman kost laki-laki dan perempuan dari kantor yang berbeda dengan berbagai karakter dan suku memberikan warna tersendiri untuk kehidupan Indy yang sebelumnya nyaris tak berwarna lagi.
Kejengahan yang memuncak akibat sikap dan perilaku teman-teman kost lamanya, membuat Indy nekat mengambil keputusan untuk pindah kost. Keputusan dan sikap Indy itu justru disambut rasa kecewa oleh Tiwi, seolah Indy tak menghargai perhatian teman-teman kostnya disaat ia jatuh sakit kala itu. Tiwi tak menyadari ada perang dingin yang semakin memanas antara Indy dan Natali yang membuat Indy semakin tersingkir. Dengan salah pahamnya Tiwi menganggap justru Indy lah yang ingin menjauhi mereka.
“Main dong ke kost baru aku”, dengan wajah bahagia Indy mengundang Tiwi dan teman-teman kost lamanya untuk menunjukkan betapa nyamannya kost barunya.
“Kamu dong yang harusnya main ke kost kita, kan kita pernah kost bareng”, jawab Tiwi dengan wajah datar dengan ciri khas mulutnya yang agak monyong kedepan.
“Bukannya malah senang ya aku pindah kost”, gumam Indy dalam hati yang merasa heran dengan ucapan Tiwi.
“Padahal Tiwi dan kawan-kawan lah yang menjauh dari aku selama di kost lama sampai aku gak nyaman dan ingin pindah”, pikir Indy.
Tentu saja Tiwi bingung dengan keputusan Indy, karena ia merasa tak punya masalah dengan Indy. Natali lah yang telah menjaga jarak dengan Indy dan mengajak Tiwi dan Shinta ikut menjauhinya. Semua hanya karena rasa kesal terhadap Nando yang begitu perhatian kepada Indy.
Kost baru membuat kehidupan Indy berubah tenang dan nyaman, hingga tak ingin lama-lama menghabiskan malam sendirian selepas pulang kerja. Ada perasaan kangen dengan kost baru yang selalu menghinggapi disaat bel pulang telah berbunyi, hingga membuatnya ingin segera sampai dan menikmati suasana kost barunya yang nyaman. Kabar kepindahan kost Indy itu sampai juga ke telinga Tata. Rasa penasaran Tata membuatnya menghampiri Indy dan menanyakan lokasi kost baru Indy. Ternyata, secara kebetulan tempat kost baru Indy berdekatan dengan tempat kost Tata. Rute bis jemputan yang ditumpangi Indy pun kini berubah, searah dengan Tata. Ternyata, selain satu bis dengan Tata, ada pula Nando, Hadi dan Dindin di bis yang sama. Tiap pulang kerja, Tata dan Indy sering turun bersama dipertigaan lampu merah, tempat pemberhentian mereka menuju kost masing-masing.
“Gadis lampu merah”, Hadi menggoda Indy dengan seringai tawanya yang khas membuat seluruh badannya yang bulat itu ikut bergoyang.
Kadang kala Indy mampir ke kost Tata hanya untuk menonton TV. Ia belum sempat membeli barang-barang keperluan untuk kost barunya. Tak disangka Indy, ia akan bertemu dengan Rahma disana, karena kost Tata dan Dindin ternyata bertetangga. Berduaan dengan Tata dikamar kost dengan pintu tertutup sempat membuat Dindin curiga dan langsung mendobrak pintu, didapatinya Indy sedang serius membaca koran dan Tata sedang menonton TV.
*****
Kost baru Indy bukan kost khusus perempuan seperti kost lamanya, tapi berisi campuran laki-laki dan perempuan dari berbagai usia dan pekerjaan. Beberapa orang terlihat lebih tua dari Indy, namun semuanya memiliki status yang sama, single. Keuntungan kost campuran untuk Indy, ada laki-laki yang bisa dimintakan bantuan untuk pekerjaan yang tak bisa dilakukan perempuan, seperti memasang bohlam lampu di langit-langit kamar yang tinggi. Begitu pula keuntungan untuk para laki-laki disaat malas memasak indomie, bisa meminta bantuan kepada para wanita untuk memasakkannya. Kehidupan di kost baru itu sangat kekeluargaan, seperti kakak adik. Mereka saling berbagi dan peduli, bahkan saling mengingatkan selayaknya keluarga. Rasa nyaman itu terasa saat teman kost yang lebih tua memperlakukan kita seperti adiknya sendiri. Seperti sore itu, Indy sedang duduk bersantai di pinggir kolam ikan yang berada ditengah-tengah kost-kost-an nya, sambil memandangi ikan koki yang berwarna warni sedang berkerumun menyantap roti yang dilemparkannya. Disebelahnya, Eka menemani sambil menceritakan kisah keluarganya. Pria yang memiliki nama seperti wanita itu sudah berumur kepala tiga, lima tahun lebih tua dari Indy. Raut wajahnya terlihat dewasa dengan garis-garis kasar, menandakan kehidupan yang keras, tergambar dari kisahnya.
“Buat apa ya gue cerita hal pribadi kayak gini sama orang. Jarang-jarang loh gue cerita begini”, Eka tersenyum meringis, merasa heran dengan dirinya sendiri.