Siang itu, sesudah jam istirahat, Dindin tak biasanya menghampiri Indy, hanya untuk mengabarkan ada email masuk dari Nando. Komputer di ruang marketing dan purchasing memang tidak di-setting untuk masing-masing staff, tapi untuk dipakai semua staff secara bersama-sama, maka email apapun yang masuk akan dapat dibaca oleh semua orang. Ruang purchasing siang itu terlihat aneh, banyak mata menatap Indy dengan heran saat ia memasuki ruangan itu. Rupanya email dari Nando itu telah dibaca oleh semua staff disana dan menjadi hal yang aneh mengapa Nando tiba-tiba menyapa Indy melalui email. Desas desus kedekatan Indy dan Nando hanya santer di ruang produksi, sementara yang diketahui para staff marketing dan purchasing, Nando dekat dengan Diana.
“Hai Indy, gimana kabar lo sekarang? Kabar gue baik-baik aja disini”.
Sebuah email pribadi dari Nando yang nyangkut di email kantor terlihat kontras dengan email lainnya yang membahas tentang pekerjaan. Apa yang dirasakan Nando hingga ia bersusah payah menghubungi Indy lewat email kantor. Nando berharap Indy yang pertama kali membaca email itu setelah sekian lama tanpa berkabar, membuatnya tak tahan untuk melampiaskan kerinduan.
“Hai Nando, gimna kabar lo disana? Semoga baik-baik saja ya. Sekarang lo dimana dan kerja dimana?”, Indy membalas email tersebut.
Email dari Nando itu sontak membuat Indy menjaga jarak dengan Tata. Seperti cinta lama yang bersemi kembali, Indy merasa tak mau menduakan Nando. Ia pun tak mau membuat Tata terlalu terlarut dalam perasaannya dan memberikan harapan palsu, karena kini Nando telah kembali. Seantero penduduk kantor kini mengetahui hubungan tersembunyi antara Nando dan Indy, begitu juga dengan Diana yang terlihat kecewa dari raut wajahnya. Beberapa hari kemudian sebuah telepon masuk di ponsel Indy saat ia sedang dalam keadaan hectic. Pikiran Indy sedang fokus pada pekerjaan yang sedang menumpuk, hingga tak sempat melihat nomer yang menghubungi ponselnya. Dalam keadaan ribet dengan tangan penuh kertas laporan, Indy masih berusaha mengangkat telepon itu karena bunyi deringnya yang tak henti-henti begitu mengganggu.
“Halo In, lagi ngapain? sibuk gak? gue Nando, boleh ngobrol sebentar?”.
Seketika Indy terdiam membeku, fokusnya kini beralih kepada Nando dan mulai duduk teratur memperbaiki posisinya agar nyaman. Kertas-kertas laporannya dibiarkan tergeletak di meja kerja yang sudah berantakan seperti kapal pecah. Beberapa menit Indy terlarut dalam obrolan dengan Nando dan berakhir dengan senyum lepas nan bahagia. Rupanya dari kejauhan Diana memperhatikan Indy dengan matanya yang terlihat sembab.
Telpon pertama dari Nando itu membuka komunikasi baru antara mereka berdua. Nando kini menjadi teman ngobrol baru Indy dikala malam. Tak peduli dengan biaya pulsa yang meledak, Indy mampu mengobrol hingga berjam-jam dengan Nando. Mereka saling menemani kesendirian di tempat yang berbeda. Hingga malam itu, Indy tak bisa tidur dan mencoba menghubungi Nando dengan perasaan ragu apakah Nando masih terjaga. Jam dinding hello kitty di kamar kostnya sudah menunjukkan pukul setengah dua malam, namun tak disangkanya telepon itu ternyata diangkat oleh Nando. Semesta seperti sedang bekerjasama untuk membuat mereka saling terjaga agar dapat saling menyapa.
Melihat telponnya diangkat oleh Nando, Indy jadi bertanya-tanya dalam hati “Sedang apa Nando malam-malam begini belum tidur?”.
“Hai In, belum tidur nih jam segini?”