Crown

Arzen Rui
Chapter #2

Episode 2

“Sebagaimana negara ini berdiri, di atas tumpukan sejarah panjang perjuangan dan pengorbanan, hukum menjadi pilar tegaknya keadilan. Namun, di balik pasal-pasal yang tertata rapi, seringkali tersimpan cerita kelam tentang ketidakadilan yang menggerogoti sendi-sendi keadilan itu sendiri. Seorang pemuda idealis, dengan semangat membara untuk membongkar kebenaran, terjebak dalam pusaran kasus yang rumit. Ia harus memilih: bertahan pada prinsip keadilan yang diyakini, atau menyerah pada sistem yang korup?”

Di balik kacamata tebal dan setelan jas rapi, Adrian selalu tampil sebagai sosok dosen hukum yang disegani. Pidatonya tentang keadilan dan hukum seringkali menggugah hati para mahasiswanya. Seorang dosen hukum yang idealis, selalu memperjuangkan keadilan. Cerdas juga berprinsip. Setiap kata yang diucapkannya mengandung ketegasannya, keyakinannya, dia sangat percaya dengan kebenaran dalam kata-katanya.

Sebagai dosen yang mengajar di fakultas hukum, sudah sepatutnya ia mempelajari setiap kasus yang ada di negeri ini. Tidak jarang ia menghadiri langsung sidang kasus terkait, matanya menilai etika dalam persidangan, sedangkan pikirannya mencerna tuntutan dan pasal yang menyertainya.

Sebagai seorang pengajar, ia perlu banyak sekali kasus untuk dipelajari dan menjadikannya soal untuk diberikan pada mahasiswa-mahasiswi yang mengikuti kelasnya. Gambaran kasus nyata menjadikannya mudah untuk dipelajari, itulah sebabnya ia selalu menggunakan kasus nyata sebagai referensinya dalam mengajar. Jauh lebih mudah dipahami bahkan untuk beberapa mahasiswa yang sulit mencerna materi pelajaran secara teoritis.

Dedikasinya tidak perlu lagi dipertanyakan. Ia benar-benar serius dengan karirnya dalam dunia pendidikan. Menjadi hakim dan jaksa sulit baginya, apalagi seorang pengacara. Ideologinya yang ingin mengubah generasi muda jauh lebih memotivasinya menjadi pengajar ketimbang menjadi penegak hukum.

Karena kelas hari ini selesai jauh lebih cepat dari biasanya, Adrian menghadiri persidangan yang ada di Surabaya. Bisa jadi memang itu rencananya. Adrian bisa sewaktu-waktu mengakhiri kelas hanya karena ia ingin menghadiri sebuah persidangan. Tentunya bukan persidangan biasa.

“Ini sudah menyedot perhatian banyak pasang mata di awal, harusnya sudah bisa ditebak bagaimana hasilnya. Tapi karena dia orang berada dan ayahnya cukup berpengaruh, aku yakin akan ada kejutan tak terduga.” gumamnya ketika berjalan menuju ruang persidangan.

“Hati-hati pak tua, ketahuilah tidak akan ada orang yang membantumu jika kau terjatuh di sini.” ucap seorang wanita yang berjalan menyusul Adrian. Wanita itu menoleh ketika berjalan di depan Adrian dan melempar senyum padanya.

Adrian untuk sesaat mencoba berpikir, mengingat siapa wanita itu. “Sasya! Sudah lama kita tidak bertemu. Apa kabarmu?”

“Jangan terlalu memperlihatkan penyakit pikunmu seperti itu. Baru tiga hari lalu kita mengobrol di telepon.”

“Itu di telepon, perkataanku tetap tidak salah. Kau terlihat buru-buru, kasus apa yang sedang kau tangani sekarang memangnya?”

Sasya mempercepat langkah kakinya begitu melihat jam di tangannya. “Sedang mengujiku? Aku sedang menuju ke ruangan yang sama denganmu. Ayolah, jangan seperti itu. Kau benar-benar membuatku takut.” Meski mengungkapkan rasa khawatirnya, Sasya tetap berjalan menghadap ke depan. “Apa kau lupa, tiga hari lalu aku meneleponmu memangnya kau pikir untuk apa? Bukankah aku bertanya tentang sesuatu padamu? Jangan bilang kau benar-benar lupa.”

Lihat selengkapnya