Petugas kepolisian yang kemarin mendatangi Adrian datang kembali untuk menemuinya. Masih sama seperti sebelumnya, ia hanya datang sendirian. Dengan beberapa catatan dan pertanyaan yang mengganjal di benaknya.
Polisi muda itu bernama Adi Setiawan, dipanggil Adi. Saat berjumpa pertama kali dengan Adrian kemarin, Adi membahas perihal kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian. Di mana sang pelaku pada akhirnya berhasil lolos dari jeratan hukum berkat para hakim yang korup.
Belakangan diketahui ternyata ayahnya seorang pejabat. Adi yang mengetahui itu berusaha mencari cara untuk tetap menjerat si pelaku agar bisa dihukum sesuai dengan kesalahan yang diperbuatnya.
Maka dari itu Adi berkonsultasi dengan Adrian. Sebagaimana ia diberi rekomendasi oleh kolega-koleganya. Sayangnya pertemuan kemarin belum memberikan kepuasan pada Adi.
Bisa terlihat dari hasil sidang kemarin, yang juga ternyata dihadiri oleh Adrian, putusan akhirnya menyatakan kalau si pelaku tidak bersalah dan dinyatakan bebas. Adi tidak puas dengan hasil ini. Darah dalam tubuhnya serasa mendidih.
Hasil dari ketenangannya yang pertama menuntunnya kembali ke Adrian.
“Selamat siang, Saudara Adi. Kedatanganmu pasti memiliki tujuan, mari masuk.” Adrian mempersilakan Adi masuk ke ruangannya. “Pasti ada sesuatu yang penting sampai membuatmu datang lagi kemari. Oh, iya. Aku ikut menyaksikan persidangan kemarin. Jika masih menyangkut persoalan kemarin rasanya bukan keputusan yang bijak untuk tetap teguh dengan pendirianmu tanpa bukti dan bersikeras hanya dengan argumen.”
“Jadi masih ada kesempatan jika aku punya bukti?”
“Bukan itu yang mau ku sampaikan padamu.” Adrian menyeduh secangkir teh hangat. Kemudian ia meletakkannya di hadapan Adi sembari duduk di kursinya dengan nyaman. “Terlepas apakah kau yang menangani kasus ini atau bukan, mustahil kau bisa memenangkannya jika kau mengungkit lagi kasus ini. Bahkan dengan bukti sedemikian banyak dan meyakinkannya saja masih belum cukup untuk memenangkannya. Lalu apa lagi yang harus dilakukan agar menang. Lagipula dia sudah divonis bebas.” Adrian menyesap tehnya. “Apa ini pertama kalinya kau mengalami kekalahan?”
“Seseorang memang tidak dapat diadili dua kali, kecuali terdapat bukti yang sangat kuat dan jelas menunjukkan bahwa putusan bebas yang telah dikeluarkan adalah keliru, maka putusan tersebut dapat dibatalkan melalui mekanisme hukum tertentu.” kata Adi sambil menatap kosong di depannya.
“Peninjauan kembali? Kau mau mengajukan peninjauan kembali? Kau memerlukan alasan yang kuat. Kau yakin bisa menemukan bukti untuk kau jadikan alasan? Jika memang itu niatmu maka kau harus bisa membuktikan adanya pelanggaran serius dalam sidang kemarin. Asas "double jeopardy" adalah prinsip dasar dalam sistem peradilan. Jika kau ingin tahu siapa musuhmu yang pertama, asas inilah yang menjadi musuh pertamamu kalau kau masih bertekad.”
“....”
“Kau seorang polisi, gunakan instingmu sebagai seorang polisi. Hanya kau yang paling tahu apa yang harus kau perbuat saat ini. Tidak ada gunanya meminta saran padaku perihal apa yang harus kau lakukan selanjutnya. Teguhkan pendirianmu, maka kau akan menemukan jawabannya.”
“Tadinya aku memang berniat meminta saran tentang bagaimana aku harus menanggapi kasus ini—apa yang harus aku lakukan, sepertinya saran darimu bukan hanya berkaitan tentang hukum.”
“...Sisi baiknya menjadi orang tua, kau punya segudang nasihat-nasihat yang mungkin tidak berkaitan denganmu tapi bisa memberikan dampak bagi orang lain.”
“Aku harus setuju mengenai ini.” Kata Adi tertawa kecil kemudian melihat jam tangannya. “Em... Terima kasih atas semua sarannya.” Adi bangkit berdiri, dan menjabat tangan Adrian. “Memang ada baiknya yang muda berkonsultasi dengan yang tua. Mereka punya segudang pengalaman yang bisa dijadikan pelajaran. Sekali lagi terima kasih.”
“Apa boleh aku menganggap ini menjadi pertanda akhir dari kedatanganmu kemari?” Adrian bertanya dengan nada bercanda.
“Aku tidak ingat mengatakan hal seperti itu.” Ucap Adi lalu tertawa bersama Adrian. “Bagaimana pun menyenangkan bisa berbincang denganmu, pak Adrian. Sampai jumpa.”